JAKARTA- Medio 9
Juli sama persis dengan 26 tahun tanggal pernikahan Prof Dr H Mahmud Msi dengan
isterinya, sangat bertepatan saat 9 Juli 2015 dirinya dilantik Menteri Agama
Lukman Hakim Saifuddin. 9 Juli 2015 itu berdasarkan SK Menag tertanggal 6 Juli
2015, Prof Mahmud dilantik sebagai Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung
periode 2015-2019.
Pelantikan
berlangsung di Aula Operation Kemenag, Jalan Lapangan Banteng Barat 3-4
Jakarta, Kamis. Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si menggantikan rektor periode
sebelumnya Dedy Ismatulloh yang dipecat gara-gara sebuah kasus. Mahmud adalah mantan
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Guru Besar dalam bidang pendidikan.
Selain Rektor UIN
Bandung, Menteri Lukman juga melantik 4 Rektor lainnya di lingkungan
Kementerian Agama yakni; Rektor UIN Makasar Prof. Dr. H. Musafir, M.Si; Rektor
UIN Semarang Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag; Rektor UIN Palembang Prof. Dr. H.
Aflatun Muchtar, MA; Rektor UIN Medan Prof. Dr. H. Nur A. Fadhil Lubis, MA.
Menteri Lukman
juga melantik Dua Rektor IAIN yakni Rektor IAIN Padang, Dr. H. Eka Putra
Wilman, MA dan Rektor IAIN Mataram Dr. H. Mutawali, M.Ag. Dalam sambutannya,
Menag menegaskan para rektor IAIN dan UIN wajib mengedapankan ketaatan pada
asas formal, serta harus menjunjung tinggi asas moralitas dan akhlak
Islam. Bagi Menag, jika dua syarat tadi
dipenuhi, tidak akan terjadi pemilihan rektor yang menuai polemik dan persoalan
di internal kampus.
Sebagai institusi
keilmuan dan pilar peradaban bangsa, PTAI harus benar-benar menjadi kampus
teladan dalam pembelajaran demokrasi yang dipandu nilai-nilai islam. Selain
itu, sebagai lingkungan masyarakat ilmiah, PTAI juga harus independen dan
menjaga jarak dari intervensi dan pengaruh kepentingan politik, golongan atau
kelompok.
Menag juga
menegaskan, perkembangan IAIN dan UIN saat ini tidak boleh melupakan cita-cita
awal berdirinya sebagai tonggak perjuangan pendidikan umat Islam di negara
kita. Eksistensi dan kiprah perguruan tinggi Islam, selain harus berada di
garis depan pendidikan nasional, sekaligus juga harus berdiri di garis depan untuk
menjawab tantangan masa depan umat Islam.
PTAIN, yakni IAIN
dan UIN harus mempertahankan dan mengembangkan paradigma Islam sebagai basis
dari keseluruhan kegiatan tridharma perguruan tinggi, yaitu pendidikan/pengajaran,
penelitian, dan pengabdian masyarakat. “Prinsip keagamaan dalam konstitusi
negara kita yang dipahami dengan baik dan dilaksanakan secara konsisten, tidak
memberikan celah atau ruang gerak yang mengarah kepada terjadinya sekularisasi
pendidikan, sekularisasi kebudayaan, dan iptek,” tandas Menag.
PTAIN sebagai
lembaga pendidikan hadir untuk menjawab dan mengisi kebutuhan masyarakat. Akan
tetapi, tuntutan perkembangan sebagai institusi pendidikan tinggi, sekali-kali
tidak boleh menjauhkan IAIN dan UIN dari tanggungjawab akademis dan ilmiah yang
dijalankan, serta juga harus memancarkan misi dakwah yang mencerahkan dan
mencerdaskan kemanusiaan.
Dalam kaitan ini,
Menag meminta para rektor beserta jajaran civitas akademika, untuk menjadikan
IAIN dan UIN tidak sekadar institusi keilmuan. Lebih dari itu, IAIN dan UIN
harus dapat menebarkan nilai-nilai keislaman di masyarakat, yang menjadikan
muslim sebagai rahmatan lilalamin sesuai pesan alquran.
Sepanjang tahun
2012 hingga 2015, transformasi perguruan tinggi Islam mengalami perkembangan
yang signifikan. Sampai tahun 2015, transformasi kelembagaan perguruan tinggi
Islam negeri telah memasuki fase keempat hingga berbentuk universitas. Saat
ini, UIN sudah berjumlah 11 lembaga, IAIN mencapai 25 lembaga, dan STAIN ada 19
lembaga.
Dari hal ini,
Menag memandang perlu untuk mengingatkan semua, transformasi atau perubahan
status perguruan tinggi Islam negeri bukan sekadar berubah nama. Perubahan
lembaga memiliki makna penting sebagai transformasi berfikir dan memperkuat
landasan pijak untuk memulai langkah-langkah besar kedepan.
Khusus menyangkut
pengembangan ilmu-ilmu keislaman di IAIN dan UIN, Menag berharap tidak
semata-mata ditempatkan sebagai subjek kajian akademik dan ilmiah, tetapi harus
berfungsi sebagai dasar pembentukan karakter dan way of life para mahasiswa sebagai kader penerus umat dan bangsa.
“Tradisi akademik
adalah mencakup tatanan iklim, budaya, sikap, perilaku dan kegiatan yang
ditradisikan dan ditumbuhkan di PT untuk secara kreatif –inovatif melahirkan
mental ilmiah dan program akdemis yang relevan,” kata Menag.(**)
No comments
Post a Comment