BANDUNG - Prinsip universal dan
penegakan Hak Azasi Manusia (HAM) di Indonesia dalam dua dekade berjalan
seperti keong. Hanya beringsut sedikit sekali. Di mata para aktivis HAM,
penegakan hukum sangat payah.
Aktivis HAM dari Bandung Rizky
Ramdhani alias Astro di Taman Cikapayang Dago Bandung, Jumat sore (23/9/2017),
memimpin aksi global melawan pelanggaran HAM dengan tagar #GULITA. Para aktivis
ini mengenakan busana serba hitam dan menenteng poster kecaman.
“Kasus HAM berat yang waktu itu
membahana dan mau dituntaskan, nyatanya malah bertambah. Maka terjadilah kasus
Tanjung Priuk (1984), represi terhadap mahasiswa (1999), dan pembunuhan
terhadap Munir (2004). Entah kebetulan atau apa, kerap terjadi di bulan September,”
papar Astro.
Selain di Bandung, kampanye ini juga
serentak di ibu kota provinsi lainnya, seperti Semarang, DKI Jakarta, Medan,
Makassar, dan Pontianak. Makna aksi ini mendorong negara mewujudkan HAM secara
holistik dan tersistem. "Juga mendorong kesadaran publik agar keluar dari
kondisi kritis selama ini," tandas Astro.
Dadan Ramdan, Ketua Walhi Jabar
yang juga berpartisipasi “berdiam diri mengingatkan para penguasa” menyatakan prihatin
atas tengkurapnya HAM di negara kita. Kesadaran dan perwujudan negara dalam
aspek lingkungan, masih sangat minimal.
"Rakyat kerap dijadikan
tumbal. Kami protes keras soal lanjutan proyek lokal Jabar seperti PLTU
Batubara Indramayu, Cirebon, reklamasi Pantai Karang Pamulang Palabuhanratu,
Waduk Jatigede, serta kasus lainnya”, kata Dadan.
Aksi dimotori PBHI Jabar, didukung
jaringan lainnya seperti Aliansi Jurnalis Bandung Jawa Barat, Walhi Jabar,
YLBHI, dan partisipan lainnya. Para aktivus mengeluarkan lima tuntutan utama.
Pertama, menuntut negara
menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM Berat (kejahatan kemanusian), agar
tidak menjadi hantu bagi bangsa Indonesia, serta tidak menjadi warisan kelam
bagi generasi mendatang.
Kedua, menuntut negara
menyediakan sarana yang efektif dan efesien ketika terjadi pelanggaran HAM.
Saat ini mekanisme peradilan, mekanisme administratif, dan legislatif
seringkali mengabaikan prinsip-prinsip pelanggaran HAM.
Ketiga, memperkuat peran lembaga
negara yang mendorong pemajuan HAM, demokrasi dan anti korupsi. Lembaga negara
seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman, Komisi Pengawas Penegak Hukum,
Komisi Pemberantasan Korupsi, masih ditempatkan seperti anak tiri. Mereka hanya
menjadi hiasan bagi negara.
Keempat, menjamin perlindungan
terhadap orang-orang yang memperjuangkan dan melaksanakan hak asasi. Banyak
para pegiat HAM, atau pun orang-orang memperjuangkannya harus berujung pada
kriminalisasi, intimidasi, serta minimnya perlindungan.
Kelima, mendorong pengetahuan dan
kesadaran masyarakat terhadap arti penting hak asasi manusia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Caranya, masukkanlah ke dalam pendidikan formal.
Informasi yang objektif serta praktik kehidupan berbangsa dan bernegara yang
sesuai HAM, adalah materi kurikulumnya.
Aksi para aktivis di tengah keramaian
sekitar Jalan Dago Bandung, mengundang banyak tanya para pelalu-lalang. Salah
satunya Mukmin (42), seketika ia menghentikan sepeda motornya – bermaksud,
mengamati aksi ini dari dekat.
“Memang seharusnya, pemerintah
memperhatikan tuntutan ini. Setuju, kasus HAM berat di negara kita tak ada
alang-ujurnya. Ini memalukan kita di pergaulan internasional. Paling tidak itu
biar ada pelit”, kata Mukmin.(Isur)
No comments
Post a Comment