BANDUNG - Para perusak lingkungan
di daerah maupun di tingkat provinsi, mesti bersiap-siap, karena mereka akan
digusur oleh Gerakan Hejo ke meja hijau. Sinyalemen itu tercetus di akhir
pembahasan rapat kerja menjelang tahun kedua Gerakan Hejo pimpinan Eka Santosa,
di Alam Santosa Pasir Impun, Kab. Bandung, Selasa (24/10/2017).
Saat rapat kerja tersebut,
sejumlah persoalan kerusakan lingkungan dilaporkan pimpinan Gerakan Hejo di
daerah. Yang paling menonjol untuk disikapi berdasarkan pelanggaran terhadap
Undang Undang nomor 32 Tahun 2014 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, antara lain Kab. Cianjur, Karawang, Pangandaran, Kab. Garut,
dan Kab. Sumedang, termasuk Kab. Bandung.
"Tidak ada toleransi lagi,
dan bukan saatnya kompromi bagi perusak lingkungan. Hutan kita sudah rusak.
Hanya satu kata untuk para perusak lingkungan, mejahijaukan," tandas Eka
Santosa di hadapan para pimpinan Gerakan Hejo se-Jawa Barat.
Dengan pernyataan keras tersebut,
deru mesin pencangan 'perang' ke segala arah bagi perusak lingkungan di Jawa
Barat, semakin menguat. Saatnya penjahat lingkungan dimejahijaukan. "Tak
peduli siapa pun, termasuk pimpinan daerah di provinsi ini,” tambah Eka Santosa
yang juga Ketua Umum Gerakan Hejo.
Menurut Eka Santosa, masyarakat Jabar
itu sebenarnya penurut. Pangkal kerusakan lingkungan itu dari para pemimpin
daerah yang tak mau sadar lingkungan. Rakyat dikorbankan, demi kepentingan
sesaat.
Disela-sela kupasan yang
terbilang “Hot Topic”, dalam rapat kerja Gerakan Hejo ini dibagikan 400 ribu
ekor lebih bibit ikan untuk diberikan ke 10 daerah yang memiliki potensi budi
daya ikan air tawar. Bibit ikan ini diperoleh langsung dari Susi Pudjiastuti,
Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Dirjen Perikanan Budidaya Slamet
Soebjakto.
“Ibu Susi Pudjiastuti melalui Pak
Dirjen membagikan bibit tawes, lalawak, nilem, dan sedikit nila. Tiga bulan ke
depan sedikitnya bila 50% survive, akan menghasilkan setara 50 ton protein bagi
warga. Gerakan Hejo hanya berkiprah sebagai mediator dan pembinaan para
pembudidaya,” kata Ir. Moh. Husein yang akrab disapa Husein Lauk, salah satu
pengurus di Gerakan Hejo.
Program ini akan berlanjut,
bertahap dan nantinya akan dilengkapi unsur permodalan jika memungkinkan. "Sekarang,
di sini sedang digodog pula manajerial koperasi," papar Agus Warsito,
Sekertaris Jenderal Gerakan Hejo disela-sela pembagian bibit ikan ke berbagai
daerah.
Sementara itu H. Djumhur Gofur
Ketua Gerakan Hejo Kab. Karawang beserta sekertarisnya Teguh Adha P, ketika
digelar sesi “curhat” dalam raker ini, mengapresiasi kegiatan pembagian bibit
ikan air tawar.
“Bedanya, kami di Karawang hari
ini setelah mengetahui program pembagian ikan, Pak Sekda di daerah kami justru
tergerak akan melakukan hal yang sama bagi pembudidaya ikan di daerah kami,”
papar Djumhur disambut antusias puluhan anggota Gerakan Hejo lainnya. Jumhur mengaku tidak harus mengambil bibit
ikan dari Bandung.
Apresiasi Pembudidaya
Salah satu pembudidaya ikan, asal
Desa Ciawang Kecamatan Leuwisari Kab. Tasikmalaya, Wahyu Setiawan, mengaku
gembira dengan program pembagian benih ikan ini. ”Program ini sangat ditunggu
para pembudidaya di lapangan. Bibit yang bagus memang dari pemerintah. Ini
karena bersertifikat dan lolos uji lainnya,” kata Wahyu.
Komar, aktivis lingkungan berusia
lanjut dari Buah Dua Kabupaten Sumedang, secara sukarela menyumbangkan bibit
ikan gabus unggulan dari sungai di daerahnya. ”Ini saya bagikan agar ikan gabus
yang asli dari daerah kami tetap lestari dan berkembang di pelosok Jabar.
Sekarang kan ikan invasif justru banyak menggerus ikan lokal,” ujarnya.
Di luar apresiasi terhadap raker
ini, muncul juga keprihatinan yang terbilang “Hot Topic”. Bahasannya menyangkut
terbitnya Peraturan Menteri (Permen) 39 KLH yang dikenal di kalangan awam
sebagai “bagi-bagi tanah di seputar hutan dengan bungkus hutan sosial”. Di luar
dugaan, topik panas ini dibahas cukup mendalam dan meluas oleh puluhan peserta.
“Kami setuju dari paparan Kang
Eka, Permen 39 KLH ini langsung saja diutarakan ke Presiden Jokowi.
Implementasi di lapangan, sudah menimbulkan konflik sosial, meski tujuan
awalnya baik, demi mensejahterakan kantong kesmiskinan di sekitar hutan,” papar
Wa Ratno, Ketua Gerakan Hejo Kab. Garut.
Eka Santosa, ketua umum Gerakan
Hejo mengkritisi Permen 39 KLH itu. Agar tujuan awal mensejahterakan petani
tidak putus di jalan, solusinya mesti memakai lahan terlantar atau lahan eks
HGU. "Jangan hutan tutupan yang dibabat,” pungkas Eka Santosa.(isur)
No comments
Post a Comment