JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Luar Negeri menjadi tuan rumah dalam
review implementasi United Nations Convention against Corruption (UNCAC) Putaran ke-2. Dua negara yang menjadi
reviewer untuk Indonesia adalah Yaman dan Ghana yang terpilih dengan cara diundi.
Terhitung
per 11 Juli 2017, 182 negara termasuk Indonesia, telah menjadi Negara
Pihak pada UNCAC. Dengan ratifikasi tersebut, maka Indonesia memiliki
kewajiban untuk
mengimplementasikan pasal-pasal UNCAC. Untuk memastikan implementasi
UNCAC di negara-negara pihak dilaksanakan mekanisme
review dalam 2 putaran yang masing-masing berdurasi 5 tahun.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang mengatakan proses
review UNCAC ini tak semata sebuah pengguguran kewajiban.
“Ini
momentum strategis untuk menambal celah undang-undang dan aturan yang
mungkin masih bisa dieksploitasi oleh para pelaku korupsi,” kata Saut
saat pembukaan Country
Visit Review Implementasi UNCAC Putaran II di Hotel Four Points, Senin,
9 Oktober 2017.
Menurut
Saut, Indonesia harus menunjukkan komitmennya memberantas korupsi dalam
agenda country visit ini. Sehingga, kata dia, bisa menghasilkan
rekomendasi yang realistis
untuk dijalankan. Pelaksanaan rekomendasi ini, kata dia bisa memperkuat
pemberantasan korupsi.
Manfaatnya, lanjut Saut, bisa digunakan untuk menjalankan tata pemerintahan yang baik dan menegakkan supremasi hukum.
Director (Anti-Corruption) Commision of Human Rights and Administrative Justice Ghana, Charles Adombire Ayamdoo mengatakan
review bukan untuk mencari-cari kesalahan negara yang di-review. “Ini
adalah mekanisme untuk bertukar info dan berdiskusi tentang pengalaman
dan hambatan yang dihadapi masing-masing negara,” kata Ayamdoo.
Crime Prevention and Criminal Justice Officer dari United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), Tanja Santucci mengatakan,
review oleh negara lain akan membantu implementasi dengan
pengembangan pengetahuan Indonesia yang selama ini berpartisipasi sangat
aktif.
“Cakupan
UNCAC sangat luas, maka sangat penting untuk negara-negara yang
meratifikasi berdiskusi tentang masalah dan hambatan yang dihadapi,”
kata dia
Indonesia, telah
di-review dua kali. Review pertama dilakukan oleh Inggris
dan Uzbekistan tahun 2010-2015. Bidang yang dibahas adalah Bab III
tentang Pemidanaan dan Penegakan Hukum serta Bab IV tentang Kerjasama
Internasional. Ruang lingkup yang akan dibahas dalam
review Putaran II ini adalah Bab II tentang Pencegahan dan Bab V tentang Pemulihan Aset.
Selain
di-review, Indonesia telah tiga kali menjadi negara reviewer. Indonesia telah
me-review Iran (2013), Kyrgyztan (2015), dan Haiti (2015).
Direktur Jenderal Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri Febrian Alphyanto Ruddyard mengatakan
review implementasi kesepakatan internasional ini seperti medical check up. Sehingga jika ditemukan masalah, bisa segera dicarikan solusinya.
“Melawan korupsi kan ibarat lari jarak jauh, bukan hanya soal fisik tapi harus ada kesiapan mental dan mekanismenya,” kata dia.(rls/IS)
No comments
Post a Comment