INI sebuah realita, hingga tahun
2020 dan 2030, kebutuhan energi meningkat sangat signifikan. Itu terlihat dari
proyeksi kebutuhan energi minyak (BBM), gas dan batubara yang meningkat hampir
kelipatan 100 persen setiap 10 tahun. Sedangkan ketersediaan energi fosil
semakin menurun, terutama jika tidak disertai teknologi yang berdampak pada
komersialisasi energi.
Isu pemanasan global, emisi gas
rumah kaca dari penggunaan energi fosil, menuntut teknologi berbiaya tinggi untuk
mengurangi emisi gerak pada masing-masing energi terkait yang besarannya
bervariasi.
Data yang dihimpun dari catatan
Pertamina Geothermal Energy, Indonesia dikaruniai potensi energi bersifat
terbarukan dan ramah lingkungan, seperti energi geothermal dan biomass yang
belum termanfaatkan secara optimal. Energi geothermal sementara ini baru
termanfaatkan 1.194 Megawatt (MW) dari potensi energi 28.550 MW (setara 4%).
Menyikapi hal itu, baru-baru ini,
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Herman Khaeron, mengikuti "New Zealand Geothermal Workshop 2017” di Rotorua, New Zealand
mendamping Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto. Banyak ditemukan kaidah-kaidah
baru mengenai geothermal di Indonesia.
Menurut pria yang akrab disapa Hero ini, Indonesia sebagai negara kepulauan yang dilintasi Ring of Fire dapat dipergunakan
sebagai sumber energi listrik, karena pulau-pulau kecil dapat diakomodasi
dengan daya yang tidak cukup tinggi.
Hero memisalkan antara 10, 20
atau sampai 100 megawatt, bisa ditempatkan dalam satuan pulau-pulau tertentu
dengan basis geothermal. Terlebih, geothermal memiliki potensi 29.000 MW
dan baru terpasang sekitar 1.600 MW. PLN sebagai institusi yang ditugaskan
negara mengelola sektor hilir di pelistrikan Indonesia, diharapkan memprioritaskan
membeli sumber energi geothermal.
Semakin besarnya subsidi,
menipisnya cadangan fosil, pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui berbagai
produk hukum (PP No. 3/2005, Perpres No. 5/2006, Inpres No. 4/2010; Permen ESDM
No. 15/2010 dan No. 32/2010) telah mencanangkan untuk optimalisasi pemanfaatan
energi baru dan terbarukan.
Lebih khusus pemanfaatan energi
geothermal, diharapkan dapat mencapai 5–7 persen dari energy mix, sekitar
12.332 MW di tahun 2025, dan/atau 5.771 MW di tahun 2014, atas pertimbangan
berbagai unggulan (besaran cadangan & konversinya; potensi cdm)
Menurut Dubes RI untuk Selandia
Baru Tantowi Yahya yang bertemu Hero di tempat workshop, Indonesia memiliki
kandungan terbesar dan potensi geothermal sangat tinggi. Sementara,
interdisipliner memerlukan keahlian (expertise) pengetahuan dari
negara lain. "New Zealand merupakan negara terdepan dalam hal ilmu
pengetahuan dan pengalaman mengelola Sumber Daya Alam," kata Tantowi
Yahya.
Dalam pertemuan tersebut delegasi
Indonesia dipimpin Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto, dengan didampingi Wakil
Ketua Komisi VII Herman Khaeron, perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup,
Bapenas, dan praktisi geothermal.
Tantowi sangat setuju dengan
gagasan Agus Hermanto yang akan membuat Geothermal Excellent di Indonesia.
Badan ini akan memberikan kajian dan masukan terkait eksplorasi sumber daya
alam.
Pertemuan di Rotorua dan Wairake
kemarin, seperti dikutip dpr.go.id
juga telah merujuk dibentuknya Forum Komunikasi intensif
antara stakeholder di Indonesia dengan stakeholder di Selandia Baru.
Pengurus yang akan dipilih dan duduk di forum ini, dapat terus menjalin
komunikasi untuk memastikan project-project tadi dapat terealisasi.
Tantowi berharap, kehadiran Agus
Hermanto sebagai pimpinan DPR yang membidangi industri dan energi serta Herman
Khaeron selaku Pimpinan Komisi VII, dapat merealisasikan semua komitmen yang
sudah disepakati kedua negara.
"Semua pihak sepakat energi
masa depan adalah energi baru dan terbarukan. Sedangkan yang menjadi primadona
saat ini adalah geothermal," ungkap Tantowi.(isur)
No comments
Post a Comment