DPR RI menjadi inisiator pembahasan undang-undang khusus yang mengatur tata kelola dan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT). Itu kalimat penting yang ditungu-tunggu rakyat Indonesia, khususnya para penemu EBT.
Menurut Herman Khaeron, Wakil
Ketua Komisi VII DPR, harus diambil tindakan kongkrit untuk bisa merealisasikan
penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) di tanah air. Pasalnya dari waktu yang
sudah berlalu saja berbagai target EBT tidak tercapai.
Ini menandakan ada sesuatu yang
salah sehingga berbagai upaya yang akan dilakukan nanti menjadi lebih maksimal.
"Ini Harus ditata kembali," kata Herman Khaeron yang akrab disapa
Kang Hero itu.
Pertumbuhan (kontribusi EBT di
bauran energi nasional) per tahun yang ditargetkan 0,9% saja baru tercapai 0,54
%. “Ini yang saya kira butuh payung dan kepastian hukum, sehingga pengembangan EBT
sesuai rencana ke depan,” kata Herman menyikapi pernyataan Wakil Ketua DPR RI
Agus Hermanto usai Seminar Urgensi UU EBT di Gedung DPR Jakarta, Rabu (24/1).
Pendapat Agus Hermanto, selama
ini pengembangan EBT sangat tidak optimal karena tidak dilandasi fondasi kuat
dari sisi regulasi. Peraturan yang sudah ada dianggap tidak memberi gairah,
apalagi keberpihakan kepada sektor yang diyakini akan menjadi andalan pemenuhan
energi di masa depan.
“Energi baru terbarukan belum
tertata dengan baik. Kita mempunyai potensi besar yang belum tergalikan karena
payung UU-nya belum bisa mengcover untuk bisa memberikan keberpihakan pada
energi baru terbarukan,” kata Agus.
Dia menilai berbagai upaya telah
dilakukan namun belum menunjukkan hasil, bahkan terkesan jalan di tempat.
Berbagai permasalahan klasik masih tetap ditemui saat ada pihak yang ingin
mengembangkan EBT, baik itu pemerintah maupun swasta.
UU EBT nantinya akan berdiri
sendiri berbeda dengan UU energi lain. Insentif menjadi salah satu poin utama
dalam UU tersebut. UU khusus EBT merupakan bentuk dukungan terhadap
pengembangan EBT di tanah air dan untuk kemandirian energi bangsa Indonesia.
Agus menegaskan regulasi UU EBT
harus dapat menghasilkan kebijakan yang dapat menyelesaikan segala tantangan,
mewujudkan iklim investasi yang baik sekaligus menumbuhkan industri nasional.
“Untuk bisa mewujudkannya sangat
dibutuhkan kemauan politik berupa kebijakan dan menghasilkan keputusan yang
sulit dalam memberikan keberpihakan kepada energi baru terbarukan,” kata dia.
Sekarang proses awal pembentukan
UU sudah masuk dalam penyusunan draf oleh Panitia Kerja Komisi VII DPR yang
kemudian bersama dengan badan keahlian DPR menjadikannya rancangan
undang-undang dan rancangan akademis. Dari situ akan dimasukan ke prolegnas dan
dilanjutkan pembahasan dengan pemerintah.
Menurut Agus, urgensi UU EBT bisa
dibilang sangat kritis. Untuk itu bukan tidak mungkin DPR mempercepat penyusunannya
agar bisa diselesaikan tahun ini. “Mudah-mudahan kami bisa melaksanakan di
tahun ini. Tahun ini sudah jadi UU yang kita harapkan," kata Agus.
Jika tidak, nanti makin mundur,
kemajuan EBT makin mundur kembali. "Sedangkan harapan kita kan menuju
kemandirian nasional itu betul-betul dalam waktu yang cepat,” tandas Agus.(isur)
No comments
Post a Comment