BANDUNG - Ada tiga hal yang disarankan sekaligus kritik tajam dari
seorang pengamat hukum tata negara dan praktisi hukum Erdi Djati Somantri SH, yakni pemimpin
harus introspeksi diri. Jangan membuat program yang tidak dimengerti rakyat,
dan sadar pemimpin itu hanya seorang outsourcing
(buruh kontrak) 5 tahunan.
Pernyataan Erdi disampaikan menyikapi kualitas dan integritas keempat pasangan calon gubernur-wakil gubernur Jabar 2018, di kantornya di kawasan
Sukaluyu Bandung, Rabu (6/6/2018). Pakar hukum tata negara lulusan Universitas
Parahyangan Bandung ini menggambarkan analogi sebuah kapal yang
akan berlayar dan membutuhkan petunjuk arah. Perlu nakhoda yang sadar fungsi
seorang pemimpin, luas pengetahuan, bijaksana, dan selalu evaluasi jika ada kekeliruan.
Menurut Erdi, nakhoda harus mengetahui
posisi yang benar ketika di lautan lepas. Sedikit kekeliruan membuat kapal
tersesat dan kehilangan arah. Demikian halnya calon pemimpin Jawa Barat, secara
berkala perlu evaluasi. "Ada banyak peristiwa di mana kita harus belajar
dan membiasakan introspeksi diri," ungkap Erdi.
Pemimpin yang berjiwa besar,
lanjut Erdi, selalu akan menempatkan program sesuai kebutuhan rakyatnya. Tidak
membuat program yang tidak dimengerti masyarakat. Itulah menurut Erdi analogi
kejadian di Jawa Barat dan sejumlah kota/kabupaten lainnya.
Erdi mengakui, dirinya tidak berpihak kepada salah satu pasangan calon gubernur-wakil gubernur jabar, tetapi melihat track record mereka, nampaknya semuanya mesti introspeksi diri. Ia menyarankan agar tidak membodohi masyarakat dengan politik janji-janji. Karen, katanya, lima tahun berikutnya belum tentu kembali mempimpin Jawa Barat.
"Pemimpin di Jawa Barat itu
tidak harus orang Sunda, tetapi harus memahami dan berjiwa kesundaan yang hakiki,
selalu berkonsep NKRI. Jika kita selalu berkutat pada keharusan putra daerah,
itu berarti politik telah membodohi masyarakat. Mau sampai kapan kita seperti ini.
Arek kitu wae?" kata bapak tiga anak ini.
Paling penting dari introspeksi seorang
pemimpin sadar ia tak ubahnya seorang buruh kontrak lima tahunan (outsourcing). Kata Erdi, diakui atau
tidak, pemimpin sampai tingkat pusat adalah outsourcing.
"Kebijakan strategis pemimpin
hasil suksesi akan menimbulkan dampak terhadap masyarakat. Misalnya, kenaikan
harga BBM, TDL, kebijakan memperbesar impor beras dan komoditas lainnya.
Setelah ia lepas jabatannya, tentu saja ia tidak bertanggung jawab atas dampak
berikutnya. Ini yang terjadi di Indonesia sampai pemimpin di tingkat daerah,"
papar Erdi.
Bercermin untuk mengetahui
kekurangan dan kelemahan pribadi, imbuh Erdi, agar dapat mengembangkan diri
menjadi lebih baik. Introspeksi diri bagi seorang pemimpin outsourcing sangat
diperlukan, karena proses tidak selalu berjalan konstan.
"Pengalaman serupa tidak
selalu memberi hasil yang sama. Selalu ada keterbatasan dan perbedaan sudut
pandang. Tiap masalah memiliki titik kritis tersendiri. Kalau calon pemimpin
tidak instrospeksi di Pilgub Jabar 2018, lalu mau membangun apa di negeri ini?"
kata Erdi.(isur)
No comments
Post a Comment