JAKARTA - Ketua Umum Generasi
Peduli Anti Narkoba (GPAN) Brigjen Pol (P) Drs Siswandi menilai tuntutan jaksa penuntut
umum (JPU) pada persidangan terdakwa Tyo Pakusadewo, tidak mempertimbangkan
fakta di lapangan. Korban pemakai tidak pantas dituntut penjara, tetapi
rehabilitasi.
Pernyataan Siswandi dilontarkan
sesaat setelah menyimak hasil persidangan atas perkara aktor Tyo Pakusadewo
yang dituntut Jaksa 6 tahun penjara dan denda Rp800 juta. Jika Tyo pecandu dan
pernah direhabilitasi, serta Tyo tidak dikenakan pasal 127 dan pasal tersebut
hilang dalam dakwaan jaksa.
Dalam pesan androidnya yang
Siswandi sampaikan Senin (4/6/2018) kepada sejumlah media, pihaknya sebagai
Ketua Umum GPAN menunggu keadilan dan kebenaran yang hakiki dari para hakim
terkait.
"Kenapa Tuntutan jaksa
begitu tinggi hingga 6 tahun, bahkan denda Rp800 juta. Hal ini tinggal mata
hati sang Tuhan yang diwakili oleh para Hakim di persidangan," kata
Siswandi yang belakangan makin gencar mengkampanyekan Anti Narkoba ini.
Bagi Siswandi, dunia ini sudah
salah jalan. Sudah tahu Tyo itu pecandu, kenapa harus dituntut penjara. "Semoga
hakim memvonis nantinya dengan pertimbangan moralitas dan manusiawi,"
harap Siswandi yang juga mantan pejabat tinggi di BNN dan Mabes Polri.
Saksi Ahli Dr Illyas
Jedun dituntut 8 bulan, Tyo dituntut
6 tahun, sedangkan Fahri dituntut rehabilitasi. Baik jedun, Tyo, Fahri posisi
hukumnya sama. Jedun dituntut 8 bln masih wajar. Fahri dituntut rehabilitasi
adalah luar biasa dan itu amanat Undang Undang.
"Tyo yang dituntut 6 tahun
sulit dipahami. Karena saya ikut bersaksi di dua perkara tersebut. Saya akan mengambil
bagian terdepan agar Tyo divonis rehabilitasi," ungkap Dr Illyas yang
menjadi saksi ahli dalam perkara tersebut.
Fenomena yang terjadi di PN
Jakarta Selatan, dengan adanya disparitas perlakuan hukum oleh jaksa, menurut
Dr Illyas sebaiknya diangkat ke permukaan agar Jaksa Agung mengetahui kelakuan
bawahannya.
Dr Anang Iskandar, Pakem UU Narkotika
Sementara itu Komjen Pol (P) Dr.
Anang Iskandar, SH, MH mantan kepala BNN yang juga dosen Fakultas Hukum Tri
Sakti mengatakan, sesuai UU Narkotika, penyalahguna narkotika
untuk diri sendiri harus dibedakan dengan pengedar narkotika (lihat tujuan
dibuatnya UU Narkotika pasal 4).
Dijelaskan, pengedar diancam
dengan hukuman berat, sedangkan penyalahguna diancam hukuman ringan. Dijamin UU
untuk direhabilitasi dalam pasal tujuan dibuatnya UU Narkotika. Ini kekhususan
UU Narkotika. Sehingga selama proses penegakan hukum ditempatkan di lembaga
rehabilitasi.
"Artinya, selama proses
penyidikan, penuntutan dan peradilan tidak memenuhi syarat untuk ditahan. Tidak
boleh dilepas begitu saja, melainkan ditempatkan di rehabilitasi. Ini
jaminan UU Narkotika, lho..!" papar Anang meyakinkan.
Sri Hayuni: Hukum Harus Adil
Tidak hanya tiga tokoh tadi, para
netizen juga ikut ambil bagian dalam penilaian hasil sidang terhadap Tyo
Pakusadewo. Sri Hayuni selaku penggiat Solidaritas Anti Narkoba (SAN) meminta
hukum agar bisa berlaku adil kepada semua warga negara Indonesia.
"Jangan ada pilih kasih,
misalkan ada dugaan hukum tajam dan tumpul kepada orang tertentu. Seperti
realita dua kasus narkoba. Jedun dikenakan pasal 114, 127, 132 dengan tuntutan
jaksa 8 bulan dan bisa rawat jalan, sedangkan Tyo dikenakan pasal 112 dan 127
dengan tuntutan jaksa 6 tahun penjara. Apakah hukum di Indonesia seperti
ini?" kata Sri Hayuni.
Hal senada diakui artis senior Dewi
Irawan dari Asosiasi Rumah Aktor Indonesia (ARAI). Ia dan rekan-rekan
satu profesi berharap pada sidang berikutnya pledoi dari terdakwa (Tyo), bisa
merubah tuntutan jaksa dan para hakim. "Agar Tyo bebas tanpa syarat,
tanpa subsider, dan mesti rehabilitasi," harap Dewi.(isur)
sumber: sbnews
No comments
Post a Comment