PEREDARAN
narkoba harus diperangi sampai ke akar-akarnya. Seperti juga telah dikatakan
Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono pada Hari Anti Narkotika International
(HUT HANI) tahun 2006 lalu. “Negara tidak boleh kalah melawan penjahat apalagi
Sindikat Narkotika”.
Oleh
karena itu, perang terhadap narkotika setara dengan perang melawan korupsi dan
terorisme. Sebab, fakta akibat kejahatan narkotika setiap hari 50 anak
Indonesia meninggal dunia. Itu sebabnya, sebagai mantan perwira tinggi Mabes
Polri, Brigjen Pol (P) Drs Siswandi komitmen, hingga saat ini pun "Siap
Perang" untuk Narkoba.
Ada
kekuatan yang dapat mendorong semua pihak ikut memerangi peredaran narkotika
yang sekarang sudah merambah ke desa-desa, Siswandi bertekad untuk 'berdakwah'
memerangi narkotika melalui kekuatan kursi parlemen. Dengan nomor urut sakti 8 di
Partai Golkar daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat 8 untuk DPR RI, Siswandi kini
menjadi calon legislatif. Dapil yang dimaksud meliputi Kota dan Kabupaten
Cirebon dan Kab. Indramayu.
Perang
terhadap narkotika merupakan perang seluruh rakyat Indonesia. Persoalan
narkotika telah dikaji dari berbagai aspek, mulai kesehatan dan psikologis
semuanya berbahaya bagi kehidupan. Tidak hanya jumlah korban yang terus
meningkat tetapi juga dampak sistemik dari penggunaan narkoba tidak pada
tempatnya yang mengakibatkan rusaknya genErasi muda. Dikhawatirkan, dampak
narkoba ke depan akan mengancam kedaulatan negara. Ini harus menjadi pemikiran bersama.
Kata Siswandi, jangan dianggap main-main.
Fakta
yang terkumpul dari lapangan, terungkap maraknya peredaran narkoba di Indonesia
tidak lepas dari 12 unsur yang memudahkan barang haram tersebut beredar dan
berkembang. Peluang tersebut menjadi faktor kunci yang mendorong sindikat
narkotika internasional menjadikan Indonesia sebagai pangsa dengan populasi 230
juta jiwa. Adapun 12 peluang dan penyebab masuknya narkoba ke Indonesia antara
lain:
1.
Banyaknya Pintu Masuk
Faktor
geografis Indonesia sebagai negara kepulauan menyebabkan banyak celah yang
memudahkan sindikat narkotika internasional masuk ke wilayah nusantara. Caranya
lewat tiga pintu masuk yang tersedia, darat, laut dan udara dengan komposisi
terbanyak lewat laut, disusul darat dan udara.
2.
Murahnya Harga Kurir
Penyelundupan
narkoba di Indonesia turut melibatkan WNI sebagai kurir kebanyakan akibat
masalah ekonomi yang menderanya. Celakanya upah yang mereka terima sangat mudah
dan tidak sepadan dengan risiko yang harus mereka hadapi ketika tertangkap.
3.
Mudahnya Merekrut Kurir
Selain
murah, kurir Indonesia juga sangat mudah direkrut. Iming-iming bepergian ke
luar negeri, memacari sampai menikahi, adalah cara termudah untuk memperoleh
kurir.
4.
Mudahnya Membentuk Jaringan
Kejahatan
narkoba adalah kejahatan terorganisir yang sangat rapi dan melibatkan banyak
orang. Sistem kurir, membuat tidak hanya antar kurir tidak saling mengenal,
juga antara kurir dengan bosnya tidak pernah terjadi pertemuan. Kurir hanya
mengenal orang yang merekrutnya sehingga ketika tertangkap jaringan terputus.
5.
Tingginya Harga Jual
Harga
jual narkoba di Indonesia yang sangat tinggi membuat sindikat narkoba
internasional tertarik menjual dagangannya di sini. Motif keuntungan akibat
harga selangit mendorong sindikat dengan segala cara berusaha memasukkan
narkoba ke Indonesia.
6.
Mudahnya Mencari Tempat Tinggal
Indonesia
menjadi surga bagi para pengedar narkoba internasional karena sangat mudah
mencari tempat tinggal. Saat ini, demi mengagungkan privasi rumah, apartemen,
hotel sampai kos-kosan tidak peduli dengan aktivitas penyewa.
7.
Tingginya Jumlah Penduduk
Narkoba
tetaplah sebuah bisnis, sehingga sesuai analisis bisnis Indonesia merupakan
target pasar yang sangat menarik. Jumlah penduduk yang besar dengan daya beli
dan selera tinggi pada tingkat atas menjadi sasaran pemasaran barang haram
tersebut.
8.
Penerapan Sanksi Hukum Kurang Maksimal
Meskipun
Indonesia negara hukum dan menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi, tetapi
masih memerlukan pengawasan dalam penerapan sanksi hukum bagi terpidana. Banyak
kasus hukum besar yang mendapat sanksi kecil dan sebaliknya kasus-kasus hukum
kecil justru memperoleh sanksi yang maksimal.
9.
Kurang Memiliki Kepastian Hukum
Tindak
pidana narkotika di Indonesia diatur dalam UU No. 5 1997 tentang psikotropika,
dan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, yang mengatur semua hal terkait
dengan hukuman dan vonis pelaku kejahatan narkotika. Sayangnya dalam
penerapannya tidak ada kepastian hukum sehingga banyak terpidana mati narkoba
yang tidak kunjung dieksekusi bahkan memperoleh pengampunan atau pengurangan
hukum.
10.
Terbatasnya Peralatan dan Kurangnya SDM
Perlindungan
terhadap keselamatan masyarakat Indonesia terkait narkoba sejatinya didukung
oleh sumber daya manusia (SDM) dan peralatan yang kuat. Sayangnya, sumber daya
yang dimiliki kepolisian masih sangat minim pengetahuan narkotika dalam
menghadapi sindikat narkotika yang terus mencari modus operandi baru.
11.
Lemahnya Pengawasan di Pintu Masuk
Kebanggaan
sebagai negara dengan belasan ribu pulau memang patut disyukuri. Namun, jangan
sampai kekayaan itu membuat bangsa Indonesia terlena sehingga bisa digunakan
sebagai pintu masuk bagi sindikat narkoba internasional untuk memasukkan
narkoba ke Indonesia.
12.
Tingginya Ego Sektoral
Penanggulangan
bahaya narkoba masih terkendala adanya egosentrisme sektoral antar instansi
yang terlibat di dalam penanganan narkotika. Mulai petugas Bea dan Cukai, BNN dan
Kepolisian Republik Indonesia, semua berjalan sesuai tupoksi masing-masing.
Meskipun terkadang ego sektoral membuat penyidikan yang dilakukan pihak
kepolisian menjadi gagal.
Melihat
kenyataan tersebut, diperlukan good will
dan political will dari seluruh
elemen untuk pemberantasan peredaran narkoba. Dari 12 peluang tersebarnya
narkoba tersebut jelas terlihat bahwa Indonesia sangat sulit keluar dari
cengkeraman jerat narkotika. Masih memerlukan upaya keras, tegas dan terus
menerus untuk mewujudkan Indonesia yang bersih dari narkoba.(BERSAMBUNG)
Ditulis
ulang oleh Suryana (Kang Isur)
Sumber:
Berbagai Sumber
No comments
Post a Comment