BANDUNG
- Yang terpenting itu hijaukan kawasan Bandung di Ruang Terbuka Hijau (RTH), selain
harus mempersiapkan kolam retensi untuk mengantisipasi banjir yang melanda Kota
Bandung selama musim hujan. Harus paralel antara persiapan kolam retensi (penampungan
air) dengan prioritas penghijauan. Jangan biarkan hutan gundul di kawasan
Bandung Utara.
Demikian
komitmen dan tanggapan Ketua Umum Gerakan Hejo Eka Santosa saat siaran langsung
di Radio PR FM, Minggu (16 Juni 2019), terkait gagasan Pemkot Bandung yang
meresmikan Kolam Retensi Sirnaraga Citepus Kota Bandung sekaligus rencana akan membangun lebih banyak
kolam retensi di kawasan utara Kota Bandung, pekan lalu.
"Saya
apresiasi Mang Oded (Oded Moh Danial, Walikota Bandung, red) yang setidaknya
ada upaya antisipasi atau mengendalikan banjir jika musim hujan. Lebih penting
dari itu justru jangan lupakan penghijauan, kawasan Bandung Utara hutannya
gundul dan berpotensi longsor serta banjir besar," kata Eka Santosa.
Bagi
Eka Santosa, gagasan Mang Oded dianggap tidak luar biasa, karena memang itu
seharusnya dilakukan sejak dulu. Sayangnya dahulu ada Situ Aksan yang
difungsikan sebagai penampung air jika musim hujan, justru sekarang danau itu hilang
diurug dan menjadi pemukiman penduduk.
Langkah
Mang Oded juga sama halnya dengan yang dilakukan para walikota di Saigon Vietnam,
saat Eka Santosa duduk di DPR RI. Ia dan rombongan dewan berkunjung ke Saigon
menemukan sejumlah kolam besar yang tidak ada airnya. Seorang walikota di
Saigon menjawab bahwa itu kolam retensi sebagai embung (penampung) air jika
musim hujan, sekaligus sistem upaya pengendalian banjir.
Menanggapi
pernyataan pihak Dinas PU Kota Bandung bahwa kawasan Gedebage yang akan dijadikan
kolam penampungan air terbesar di Kota Bandung, menurut Eka Santosa, Gedebage tanahnya
landai dan seluruh aliran sungai kecil melewati Gedebage. "Perlu diingat, Gedebage
berpotensi terdampak gempa paling berbahaya. Justru ke depan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) yang harus diprioritaskan," ungkap Eka.
Bagi
Eka Santosa, untuk pngendali banjir itu bukan kolam atau embung air tetapi fungsi
pohon tanaman keras. Jadi kalau ada pertanyaan apakah kolam retensi itu efektir
untuk pengendali banjir, Eka menjawab tidak akan efektif jika masih sering
terjadi penggundulan dan perusakan hutan terutama di kawasan hulu.
"Mau
bikin danau ratusan hektar pun tidak akan bisa menampung debit air saat banjir
jika hutannya pada gundul. Usul saya, sebelum ini menjadi dimensi proyek, lebih
baik duduk satu meja dulu, ada gubernur, ada bupati terkait, perhutani, kita
berdiskusi. Harus ada semangat yang sama. Kan ironis kalau tiba-tiba Cicaheum
jadi daerah banjir bandang, itu diluar perhitungan kita. Tapi persoalannya jelas,
air tidak tertahan di atas sehingga lari ke bawah," papar Eka.
Eka
menegaskan, kolam retensi bukan satu-satunya solusi pengendali banjir selama
keseimbangan pengelolaan hutan dan konservasi tidak dilakukan.
Tanaman Berbuah
Salah
satu pendengar, sebut saja Kang Mamat dari komunitas Moge Club Bandung ikut menanggapi
obrolan Eka Santosa di PR FM. "Saya setuju kang Eka, hijaukan lingkungan
tapi dengan pohonan yang berbuah dan buahnya untuk kemakmuran warga sekitar,"
kata Kang Mamat.
Ditambahkan
Mamat, "contoh kita lihat misal di pinggir lapang Batununggal atau di
perumahan-perumahan lainnya, jangan dengan tanaman tidak berbuah, tanami dengan
tanaman berbuah saja dan biarkan siapa pun yang menikmati hasil buahnya.
Setujulah kang, salam dari saya Kang Mamat dari Moge Club Bandung. Nuhun PR
FM," kata Mamat di balik ujung telepon genggamnya.(IS)
Sumber:
Dialog PR FM
Foto:
Isur Suryana
No comments
Post a Comment