BANDUNG - Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN
Sunan Gunung Djati Bandung dan Asosiasi Dosen Ilmu-ilmu Adab (ADIA) Perguruan
Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia menggelar International
Conference on Humanities and Islamic Civilization (ICON-HIC) 2019 yang dibuka
oleh Wakil Rektor I, Prof. Dr. H. Asep Muhyiddin, M.Ag. di Hotel Grand Aquila,
Jl. Dr. Djunjunan No.116, Sukagalih, Kec. Sukajadi, Kota Bandung, Rabu
(26/06/2019) malam.
Ronald Lukens-Bull, Ph.D (Universitas North-Florida,
USA), Prof. Dr. H. Sutrisno, M.Ag (UIN Sunan Kalijaga, Indonesia), Prof. Dudung
Abdurrahman, M.Hum (UIN Sunan Kalijaga, Indonesia), Talal Ahmad el-Awwad
el-Hassan, Ph.D (Sudan), Dr. Tengsoe Tjahjono (UNESA, Surabaya), dan Dr. Ajid
Thohir, M.Ag (UIN Sunan Gunung Djati, Indonesia) tampil sebagai pembicara pada
konferensi internasional ICON HIC 2019 bertajuk "Penguatan Khazanah Lokal
dan Budaya Islam dalam Menghadapi Tantangan Revolusi Industri 4.0"
Dekan FAH, Dr. H. Setia Gumilar, M.Si didampingi
Wakil Dekan I, Dr. Ading Kusdiana, M.Ag., Wakil Deka. II, Dr. Dedi Supriadi,
M.Hum, Wakil Dekan III, Dr. Dadan Rusmana, M.Ag menjelaskan, ICON HIC 2019 yang
diselenggarakan dari tanggal 26-28 Juni 2019 ini merupakan bagian dari
pertemuan Forum Dekan Fakultas Adab PTKIN se-Indonesia yang kesembilan belas
dan kedua belas kali pertemuan tahunan ADIA sejak tahun 2008 yang dimulai di
FAH UIN Ar-Raniri Aceh.
Dr. H. Setia Gumilar, M.Si menuturkan pemilihan tema
yang berkaitan dengan revolusi industri 4.0 ini dibagi ke dalam sub tema: linguistik,
sastra Islam, sejarah Islam, budaya Islam, sosial dan politik Islam, seni dan
arsitektur Islam.
Tergerusnya
Nilai-Nilai Kemanusiaan
Mengingat era 4.0 merupakan kelanjutan revolusi
industri generasi ke-4, jika diukur sejak generasi mesin uap, generasi listrik,
internet, dan kini memasuki genersi sistem siberfisik berbasis big data. Era
ini diarus-utamakan oleh pemerintah Jerman sebagai sebuah proyek dalam strategi
teknologi canggih pemerintah Jerman yang mengutamakan komputerisasi pabrik dan
korporasi sejak 2011.
Secara historis, era ini merupakan kelanjutan era
sebelumnya yang telah membawa perubahan fundamental pada berbagai bidang.
Dampaknya dari perubahan ini disebut-sebut bahwa masyarakat dunia mengalami inovasi
(disruption) dalam segala bidang, termasuk dalam ipteks, ekonomi, sosial,
budaya, politik, dan dunia pendidikan. Sekat geo-politik semakin pudar seiring
perkembangan zona perdagangan bebas (seperti ZEE, AFTA, dan CAPTA).
"Dampaknya diprediksi semakin memunculkan
problem kemanusiaan, seperti tergerusnya nilai-nilai kemanusiaan (humaniora)
dan local wisdom, karena terkooptasi
oleh relasi dan kultur mekanik layaknya mesin. Relasi manusia pun semakin
mekanistik, individualistik, dan manusia layaknya robot hidup," tegasnya.
Untuk mengantisipasi dampak revolusi industri 4.0
ini kata Dr. H. Setia Gumilar, M.Si
harus diupayakan banyak kalangan, seperti yang dilakukan Pemerintah
Jepang yang mengupayakan grand design masyarakat 5.0, yakni masyarakat humanis
yang mampu menggunakan ipteks namun tetap humanis. Dengan demikian, revolusi
industri dan disrupsi dapat diposisikan sebagai tantangan (challange),
sekaligus kesempatan (opportunity) bagi ipteks dalam dunia pendidikan.
Di tengah-tengah perubahan itu, masyarakat muslim
dunia, khususnya Indonesia, masih mengalami dinamika dan perkembangan di
tengah-tengah modernisasi, globalisasi, dan hegemoni peradaban Barat (Eropa dan
Amerika), yang seakan semakin menegaskan adanya clash of civilization. Umumnya,
masyarakat Muslim masih berjibaku untuk bangkit dari kemiskinan, kesenjangan
Indeks Persepsi Manusia (IPM), serta ketertinggalan dalam ipteks.
"Akhir-akhir ini, masyarakat muslim pun masih
menghadapi tentang isu radikalisme, terorisme, serta peningkatan eskalasi
politik transnasional, terutama setelah Arab Spring," paparnya.
FAH UIN SGD Bandung sebagai bagian dari lembaga
pendidikan Islam, dituntut berperan aktif dalam pengembangan ipteks dan
masyarakat yang memiliki keseimbangan antara etos pengembangan ipteks dengan
prophetic ethics, khususnya terkait tridarma perguruan tinggi. Caranya,
memasilitasi forum ilmiah, menciptakan iklim kondusif untuk penelitian dan
publikasi karya-karya ilmiah yang strategis dalam pengembangan masyarakat
muslim.
Pengembangan
Keilmuan berparadigma WMI
Dr. H. Setia Gumilar, M.Si berharap dengan
digelarnya konferensi internasional ini merupakan bagian dari upaya untuk terus
mengembangkan penelitian dan pengembangan dunia keilmuan berparadigma wahyu
memandu ilmu (WMI), teori dan metode dalam kajian humaniora dan peradaban Islam
secara integratif dan holistik melalui multidisciplinary
approach.
"Hal ini terus berperan aktif mempersiapkan grand design dan enabling environment (semesta yang memampukan) untuk peradaban yang
humanis dalam konteks keislaman, modernitas, dan keindonesia,” ujarnya.
Sementara itu Ketua ADIA, H. Barsihannor
menyampaikan apresiasi yang tinggi atas partisipasi semua pihak dalam kegiatan
ini, terutama kepada panitia dari FAH SGD Bandung yang telah menyiapkan acara.
“Inilah forum yang paling banyak dihadiri pimpinan fakultas dan dosen serta
sivitas akademika di lingkungan PTKIN,” paparnya.
Bagi Dekan FAH UIN Alauddin ini menyebutkan bahwa
forum ini telah memberikan banyak manfaat bagi setiap anggota dan hendaknya ada
regenerasi untuk masa-masa mendatang. “Semua kesepakatan yang telah
ditandatangani oleh pimpinan Fakultas Adab PTKIN se-Indonesia dapat
diimplementasikan untuk peningkatan kualitas lembaga dan sivitas akademika
masing-masing,” jelasnya.
Konferensi internasional ini melibatkan 24 delegasi
yang terdiri dari para ahli, akademisi, peneliti, prosfesional pada berbagai
bidang keilmuwan dengan berusaha mendiskusikan inovasi-inovasi terbaru, trend,
perhatian, tantangan-tantangan yang ditemui dan solusi-solusi yang diadopsi
dalam kajian.
“Ada 62 artikel ilmiah yang dipresentasikan dan 250
partisipan yang terdiri 150 orang dari ADIA PTKIN se-Indonesia dan 100 dari
wilayah Bandung,” pungkasnya.[rls/IS]
Sumber dan
foto: Humas UIN SGD Bandung
No comments
Post a Comment