BANDUNG - Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) menilai perlunya peran orang terdekat untuk mengatasi
kecanduan anak pada gawai. Karen pada saat KPAI membuka layanan pengaduan bagi
anak yang diduga kecanduan gadget di bulan Januari 2018, baru dua hari dibuka, sudah
menerima sekitar 10 laporan anak kecanduan gawai.
Adanya kasus-kasus anak yang kecanduan
gadget ini harus jadi perhatian sivitas akademika dalam mendidik dan membangun
keluarga di tengah-tengah era revolusi industri 4.0.
Demikian ditegaskan Wakil Rektor I Prof.
Dr. H. Asep Muhyidin, M.Ag didampingi Dr. H. Munir, M.A., Dr. Akmaliyah, M.Ag
saat membuka Workshop Gender dan Anak bertajuk Keluarga Masa Depan Perspektif Islam yang diselenggarakan Pusat
Studi Gender dan Anak (PSGA), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (LP2M) UIN SGD Bandung di
Hotel Puri Khatulistiwa, Jatinangor, Sumedang, Kamis (20/06/2019).
Mohamad Udin, S.Sos, Deputi Bidang
Tumbuh Kembang Anak (KPPPA) dan Ala'i Nadjib, M.A., Dosen UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tampil sebagai pembicara Workshop Gender dan Anak yang
dipandu oleh Dr. Wahyudin Darmalaksana, M.Ag.
Wakil Rektor I menjelaskan tantangan di
era revolusi industri 4.0 dalam membangun keluarga itu sangat kompleks dan
serba digital, mulai dari hubungan suami-isteri, orangtua dengan anak, hingga
anak-anak dengan gadget.
"Saya punya cucu, terkadang supaya
anak tidak menggangu aktivitas orangtuanya diberikanlah gadget. Lama-lama
kecanduan HP. Hal ini menjadi sisi negatif dari kehadiran teknologi informasi,
internet yang justru dapat merusak masa depan keluarga dengan banyak kasus anak
ketagihan gadget. Padahal banyak sisi positif dari internet. Oleh karena itu,
gunakan dan manfaatkan teknologi informasi untuk hal-hal yang baik," tandas
Asep Muhyidin.
Wakil Rektor I ini menyatakan, ajar
Islam mengatur model keluarga muslim dengan memegang teguh prinsip tawajun
(keseimbangan), ta'awun (kerjasama), saling memberi, melengkapi yang
mengedepankan kewajiban daripada menuntut haknya.
Caranya dengan meneladani keluarga Lukman
yang termuat dalam Alquran surat Lukman ayat 12-19. "Model pendidikan
keluarga Lukman ini harus direnungkan dan dijadikan teladan bersama dalam
membangun karakter keluarga Qurani," jelasnya.
Asep Muhyidin berharap, melalui kegiatan
workshop ini kehadiran pusat studi gender dan anak dapat menjadi garda terdepan
dalam membangun dan menguatkan ketahanan keluarga dengan meneladani kisah
Lukman.
"Untuk masalah anak yang kecanduan
gadget, sebaiknya para orangtua bisa mengarahkan, membimbing, mendampingi dan
mengajak anak-anaknya terus belajar agama, etika, kesopanan dengan memanfaatkan
teknologi informasi," pesannya.
Gender
dan 4.0
Sementara itu di tempat yang sama, untuk
internalisasi gender perspektif Islam dalam keluarga di era 4.0 Ala’i Nadjib menambahkan,
evolusi industri 4.0 ditandai kemunculan superkomputer, robot pintar, kendaraan
tanpa pengemudi, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang
memungkinkan manusia lebih mengoptimalkan fungsi otak. Ruang publik dan
domestik kelak tidak lagi menjadi perdebatan saat revolusi industri 4.0.
"Inilah yang disebut dengan era
digital teknologi yang ditandai dengan manusia satu dan yang lain saling
terkoneksi, mudah berkomunikasi, flexible, cashless, dunia serba online,
dll," papar Nadjib.
Era digital ini ditandai tidak ada lagi
sekat publik dan domestik, karena manusia menjadi bebas mengatur dirinya dari
keterikatan formal struktural. Era ini menurut akademisi dan praktisi bisnis
asal Indonesia Rheinal
Kasali, akan ada disrupsi (perubahan) fenomena kehidupan masyarakat. Perubahan dari
konvensional menuju digital, termasuk di dalamnya transaksi dan pasar digital.
Bagi perempuan, era digital ini
sebenarnya membuatnya lebih flexible mengatur waktu. "Jika dahulu ranah
aktulisasi perempuan selalu dihubungkan dengan kesempatan keluar rumah, jarak
menjadi batasan, maka era ini memungkinkan perempuan bekerja dari rumah,"
paparnya.
Pola
Asuh
Sisi lain, Mohamad Udin, S.Sos mengungkapkan,
peran, tanggung jawab dan pola asuh anak orangtua menjadi penting dalam
membangun keluarga ideal. Pola asuh adalah cara yang digunakan dalam usaha
membantu anak tumbuh dan berkembang dengan merawat, membimbing dan mendidik,
agar mencapai kemandiriannya.
"Pada dasarnya pola asuh adalah sikap
dan praktek yang dilakukan oleh orangtua meliputi cara memberi makan pada anak,
memberi stimulasi, memberi kasih sayang agar anak dapat tumbuh kembang dengan
baik," jelasnya.
Menurutnya, anak yang saleh tidak
dilahirkan secara alami. "Mereka memerlukan bimbingan dan pembinaan yang
terarah dan terprogram," pungkasnya.[rls/IS]
No comments
Post a Comment