BANDUNG - Kehadiran 17
pesilat dari mancanegara pada ajang ‘Temu Pendekar 3’ di Balaikota Bandung
(20/7/2019) sangat berpengaruh pada helatan MASPI (Masyarakat Pencak Silat
Indonesia). Hari itu sedikitnya hadir di ‘Temu Pendekar 3’ sekitar 1000 pesilat
dari berbagai aliran dan federasi.
Salah satu komandonya, Ketua MASPI yakni Edwin Sanjaya bersama Oded
M Danial, Walikota Bandung, serta sesepuh pencak silat nasional maupun
internasional seperti Edy Marzuki Nalapraya, Mr. Baas (Ketua Dewan Juri Silat
Eropa), Wahdat, dan Abah Gending Razpuzi dari Garis Paksi juga selaku Wakil
Ketua MASPI - menggaungkan lebih keras eksistensi pencak silat Indonesia
ke seantero jagat.
“Kehadiran kami, salah satunya untuk menunjukkan ke dunia
internasional bahwa pencak silat oleh UNESCO haruslah segera ditetapkan sebagai
Warisan Budaya Dunia Tak Benda, atau Intangible Cultural World Heritage.
Harapan ini semoga terwujud setidaknya pada tahun 2019 in,” kata Edwin Sanjaya
yang diamini segenap hadirin pada Seminar Pendekar Internasional (20/7/2019) di
Balaikota Bandung.
Terungkap, keberadaan pencak silat kini tak sekedar sebagai bagian
dari budaya bangsa Indonesia yang terbilang ‘samar-samar’, misalnya. Justru
pencak silat, telah berkembang menjadi bagian utuh dari filosofi hidup bangsa
Indonesia. Contohnya, arti kata silat, tak lain dalam makna harfiah –
silaturahmin (persaudaraan dan perdamaian). Selain itu, pencak silat sebagai
olahraga atau sport di tingkat dunia pun, sudah memiliki pengakuan tersendiri.
“Apa pun aliran dan pandangan hidupnya selama ini, bila mampu
bermain silat dengan baik, haruslah mengutamakan silaturahmi atau persaudaraan.
Maknanya, menjadikan perbedaan itu sebagai sebuah berkah, bukan sebaliknya
sebagai ajang pertentangan. Lakukanlah harmonisasi melalui pencak silat untuk
segala hal," ujar Dadan (36) salah seorang peserta dari Kabupaten Garut,
Jawa Barat yang mengikuti seminar di ajang ‘Temu Pendekar 3’.
Sebelumnya, Oded M Danial Walikota Bandung yang didampingi Kepala
Disbudpar Kota Bandung Dewi Kania Sari dalam sambutannya mengapresiasi ajang
ini sangatlah berguna bagi warga kota Bandung, Jabar dan Indonesia. Menurutnya,
pencak silat sebagai bagian dari kehidupan dan budaya bangsa Indoesia dan warga
Sunda khususnya, sudah selayaknya mendapat pengakuan dunia melalui UNESCO.
“Hari ini dan untuk selanjutnya terutama untuk generasi muda, mari
kita ingatkan dan kembangkan keagungan dan keanggunan seni bela diri penca
silat yang ternyata telah diakui selama beratus-ratus tahun oleh warga dunia,”
sambut Oded M Danial.
Latihan
Bersama
Sesungguhnya, ada hal yang unik disela-sela ‘Temu Pendekar 3’ yang
berlangsung selama 2 hari (20 – 21/7/2019) jauh-jauh hari telah digagas Sera
Jatihandap & Naga Kuning Institute Unique Training Camp di Bandung.
“Terpilih, tempatnya untuk joint training camp ini di Kawasan
Ekowisata dan Budaya Alam Santosa di Pasir Impun Kabupaten Bandung. Ini kan,
kediaman Kang Eka Santosa, kebetulan sudah lama saling mengenal dengan Ki Daus,
salah satu guru di Sera Jatihandap,” papar Refana selaku tutor pencak silat
dari pihak Sera Jatihandap di Kota Bandung.
Sesuai janji, akhirnya pada malam hari sekira pukul 20.00 WIB,
selama 2 X 60 menit bertempat di Aula Balegede Alam Santosa berlangsunglah
joint training camp itu untuk hari pertama. “Rencananya, hingga kamis
(25/7/2019). Sedikitnya 4 jam per hari digelar latihan bersama ini,” papar
Angelique de Bruin selaku Pengurus dari pihak Naga Kuning Institute yang
diamini rekannya Gino Hoogervorst.
Sementara itu Walter van den Broeke selaku pimpinan dari Naga
Kuning Institute selama joint training camp ini berlangsung tampak begitu
cermat dan antusias mengikuti arahan dari Ki Daus dan beberapa tutor lainnya.
“Ini kali kedua saya berlatih bersama Ki Daus. Yang sekarang ini
amat spesial, kegiatannya dirancang cukup lama malah bertahun-tahun, pesertanya
dari 7 negara di Eropa Barat ( Holland, Germany, Scotland, Norway, Sweden,
Switzerland, dan Italy) total ada 17 pendekar,” kata Walter.
"Satu lagi yang istimewa Pak Eka Santosa sebagai tokoh Jawa
Barat, tempatnya Alam Santosa kami pakai. Lebih hebat lagi, Pak Eka Santosa
hadir dalam setiap latihan. Ini, membanggakan,” ujar Walter.
Bagi Ki Daus sendiri seusai latihan bersama yang katanya terbilang
unik dan amat menarik perhatiannya, ajang ini sudah lama kami impikan:
“Baru hari ini, kesampaian juga. Tadi siang mereka tampil memukau
di Balaikota Bandung. Malam ini dan seterusnya hingga empat atau lima hari ke
depan kita akan latihan bersama. Sedikitnya, pencak silat Sera akan lebih
mendunia,” jelas Ki Daus yang selama ini dikenal sebagai salah satu comedian
handal di negeri ini.
“Sungguh menarik, ada sisi lain dari Ki Daus yang sudah saya kenal
lama beberapa tahun lalu. Ternyata penak silat Ki Daus, memang unik dan
herannya justru mengapa bangsa lain sangat tertarik pada aliran Sera yang
hamper punah di negeri sendiri,” komentar Kang Ozenk alias Deni Tudirahayu yang
selama ini dikenal dekat dengan tokoh Jabar Eka Santosa ketika melihat latihan
bersam di Balegede – Alam Santosa.
Hal menarik lainnya dari latihan bersama ini, betapa nama-nama
jurus pencak silat Sera yang mengandung unsur bahasa Sunda dan sebagian Bahasa
Indonesia, diucapkan oleh warga mancanegara dengan logat yang khas. Contohnya,
mereka sering mengucapkan kata-kata – tangkis, kuda-kuda, tepak, jatohan,
tonjok, towel (sentuh, Bhs Sunda), pukul, dan sebagainya dengan logat bahas
Inggris versi dialek Italy, Germany, atau bahasa Sunda ‘medok’ seperti yang
dituturkan Ki Daus dan para tutornya. Uniknya, semua penamaan jurus dan gerak
ini, amatlah mudah dipahami oleh pesilat asal mancanegara ini.
Sementara itu Eka Santosa, sang pemilik tempat mengatakan, “Menggembirakan
latihan bersama pada malam ini, berlangsung dengan baik. Harapan, ke depan
lebih lancar lagi,” kata Eka Santosa yang selalu memanggil Harri Safiari
rekannya di Gerakan Hejo agar tak menjauh darinya.
"Pak Harri …Pak Harri, aya naon ieu saya teu ngarti Si Bule tatanya
ku Bahasa Inggris. Didinya, entong jauh-jauh atuh ti sayah, ulah
tetelenyengan bae atuh ….” (Hari Safiari/Isur)
No comments
Post a Comment