HANYA ada satu kata yang pantas untuk memperlakukan sampah, yakni
musnahkan. Survey membuktikan sampah yang masih bisa diolah secara sporadis, ternyata
masih menimbulkan masalah. Tidak hanya Citarum yang menjadi korban paling
ujung, tetapi masyarakat di daratan juga terkena dampak.
Di Bandung ada sekelompok pegiat lingkungan yang berjuluk Gerakan Hejo,
membuat mesin pemusnah sampah yang mereka beri nama Stungta. Nampaknya penggagas
terciptanya mesin ini sudah jenuh dengan berita sampah yang menggunung dan
menimbulkan gejolak sosial. Adalah Eka Santosa selaku Ketua Umum Gerakan Hejo
yang memperkenalkan mesin pemusnah sampah kepada sejumlah stakeholder di
Cimahi, Kamis 5 September 2019.
Mesin ini tidak hanya akan menimbulkan iri hati bagi para mafia sampah,
juga membuat kalangan birokrat dan pemerintahan daerah terbelalak. Konon dengan
Stungta seluruh persoalan sampah akan selesai di masyarakat. Sampah tidak
jalan-jalan ke TPS apalagi ke TPA. Tidak ada lagi yang akan mengolah sampah,
karena sampah tiba-tiba hilang di perjalanan.
Mesin itu memang bentuk lain insenerator, tetapi hasil pembakaran tidak
mengeluarkan asap, dan residunya bisa dibuat pupuk kompos dan penyubur tanah. Begitulah
cerita singkat mengapa Stungta toba-tiba menjadi perhatian serius para pihak.
Demo cara kerja Stungta pun dilakukan di depan puluhan pasang mata. Di
sana juga ada Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat, Bambang
Rianto. Setelah melihat demi itu pada
Kamis, 5 September 2019 di Jl. Amir Machmud No. 461 Cihanjuang Kota Cimahi, Bambang
langsung memimpin rapat dan mengevaluasi kinerja teknologi pemusnah sampah ini.
Bambang pun langsung mengapresiasi dan menafsirkan sendiri hasil kerja
mesin Stungta. “Sengaja dilakukan di lokasi mesin pemusnah sampah ini dibuat.
Pesertanya dari dinas dan pihak terkait lingkup Jabar dan nasional. Persoalan
sampah di Jabar, saat ini sudah pada tahap perlu diputuskan secara cepat dan
tepat. Ya, semacam darurat lingkungan lah. Harapannya, solusi ini segera
implementasikan di lapangan. Perintah langsung Pak Sekda Jabar (Daud Achmad),
segerakan ada solusi di lapangan,” paparnya sambil menyebutkan performa ‘smokless
incinerator ‘STUNGTA’ itu.
Hadir dalam rapat di lapangan ini antara lain Eka Santosa, Ketua Umum
DPP Gerakan Hejo yang memiliki divisi teknik HejoTekno selaku produsen STUNGTA.
Ada juga Betha Kurniawan dari Hejo Tekno; Goenawan Wybisono, Seksi Kemitraan
Strategis Direktorat Sistem Inovasi; Zulhamidi Midi, Staf Kantor Layanan Teknis
Badan Standardisasi Nasional; Pandji Prawisudha, Ahli Konversi dari Fakultas Teknik
Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB; Tunjung, utusan dari Direktorat Jenderal
Pengelolaan Sampah, Limbah, B3 atau Ditjen PSLB3.
Konsep Kamisama
Eka Santosa, mantan Ketua DPRD Jabar (1999–2004) yang kini fokus dibidang
budaya dan lingkungan hidup, memperkenalkan konsep ‘KAMISAMA’ (Kawasan Minimasi
Sampah Mandiri) yang dalam waktu dekat akan diterapkan di RW 8 Desa Kertajaya
Kec. Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Menurutnya, konsep ‘KAMISAMA segera
diaplikasikan di RW 08 tersebut, karena mayoritas warganya siap mewujudkan di
lapangan.
“Terlebih mesin STUNGTA hasil karya anak bangsa ini, sudah diapresiasi
para pimpinan daerah di luar pulau Jawa terutama di daerah wisata Bali dan
Lombok. Apalagi sebentar lagi akan keluar SNI dari Badan Standarisasi Nasional
(BSN). Sebenarnya dari BSN ini pun sudah punya nomor 8423/2017. Jadi tinggal
seremoninya yang belum, kan?” ujar Eka mengkonfirmasi keterangan dari utusan
BSN Zulhamidi Midi.
Diapresiasi ITB
Hal menarik lainnya, selain turunnya Kepala DLH Provinsi Jabar ke tempat
STUNGTA diproduksi, di rapat ini muncul apresiasi dari Pandji Prawisudha yang
sehari-hari sebagai akademisi dan praktisi di FTMD ITB. Menurut Pandji,
performa mesin STUNGTA adalah satu-satunya di Indonesia yang berani dan sudah
beberapa kali kinerjanya teruji.
“Prinsip hemat enerji, system continuous, pembakaran, ramah
lingkungan, ringkas dan portable, serta kemudahan operasinya sungguh dapat
dibanggakan. Ada beberapa kekurangan sedikit, justru itu hari ini dan
seterusnya kita sempurnakan bersama,” paparnya.
Ia menambahkan,”Produk incinerator lain di Indonesia, rasanya
belum seterbuka seperti STUNGTA. Makanya, kebetulan ada hadir dari pihak BSN,
dan yang mewakili Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta
pihak terkait lainnya, kita tuntaskan hal-hal administrasinya itu.”
Pada pihak lain Betha Kurniawan didampingi Agus Warsito selaku Sekjen
DPP Gerakan Hejo, mengaku bersyukur, upayanya membangun dan melakukan riset
mesin STUNGTA bersama tim pakar teknologi persampahan, akhirnya berani
menerapkan konsep KAMISAMA demi membantu pemerintah, membuat solusi persampahan
di Jabar dan Nusantara.
“Kinerja mesin kami sudah teruji digunakan pada beberapa kawasan
perumahan, perkantoran, baik di perkotaan maupun pedesaan. Dalam waktu dekat
ini pun Pemerintah DKI Jakarta, sudah berkali-kali mengundang kami untuk ekspose
di sana. Ini sedang kami persiapkan secara serius,”ujarnya.
Ia menjelaskan sedikit arti merek ‘STUNGTA’ itu tak lain ‘Geus Tangtu’
(sudah pasti) yang diadopsi dengan akronim ala HejoTekno yakni Sistem Tungku
& Treatment Air –“Jadi eta tah STUNGTA teh asalna lain buatan Ukrania atawa
Jerman, ieu buatan urang Sunda ti Bandung…Indonesia aseli.”
Eka Santosa diakhir paparannya secara spesifik menyatakan, persoalan
sampah di Jabar yang berpenduduk sekitar 50 juta, ditambah persoalan yang sama
di provinsi lain di Indonesia: ”Sebaiknya, musnahkan dahulu utamanya di
perkotaan yang kondisi lingkungan hidupnya sudah parah".
Melalui mesin ini, dalam tempo yang cepat karena pembakarannya sempurna,
sampah itu semua menjadi butiran pasir yang bisa digunakan untuk bahan bagunan.
Sekaligus, mengurangi galian pasir yang merusak lingkungan,” urainya.
Ditambahkan, Penerapan KAMISAMA yang dilengkapi STUNGTA tidak pula
bertentangan dengan konsep 3R (reduce, reuse, dan recycle). Malah saling
mengisi.(HS/IS)
No comments
Post a Comment