BANDUNG -
Permasalahan politik di Indonesia semakin hari semakin tumbuh subur, seperti
munculnya industri jual beli suara warga, praktik penyebaran berita bohong atau
hoaks, ujaran kebencian, dan fitnah.
"Pernasalahan
ini telah mengondisikan citra politik yang serba kotor dan jahat. Akibatnya,
banyak warga yang menjauhi politik. Kalau pun ada yang ikut serta dalam
kehidupan politik, cenderung lebih terpengaruhi dan malah larut menjadi bagian
dari lingkaran praktik-praktik kotor tersebut," ungkap Ketua Jurusan Ilmu
Politik FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Dr. H. Asep A. Sahid Gatara,
M.Si. didampingi Kasubbag Humas, Drs. H. Rohman Setiaman di kampus I, Jalan
A.H. Nasution 105, Kota Bandung, Senin (11/11/2019).
Celakanya,
lanjut Asep, praktik kotor tersebut belakangan mulai dianggap
sebagai sesuatu yang lumrah dalam segala kehidupan politik, iterutama setelah
diterapkan dan dijalankannya sistem pemilu serba langsung, mulai dari pilkades
sampai dengan pilpres. "Semua itu tentu menambah proses pendangkalan makna
politik," ujarnya.
Oleh karena
itu, Jurusan Ilmu Politik FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung berupaya mencari
soluisi melalui pendekatan akademik dengan menyelenggarakan literasi politik
berupa "Kuliah Ilmu Politik Berbasis Hasil Pengabdian kepada
Masyarakat".
"Kegiatan
ini telah dilaksanakan oleh tim pengabdian kepada masyarakat melalui
pendidikan, pelatihan, dan pendampingan pada 8 November 2019 pekan lalu.
Masyarakat yang menjadi lokasi PkM adalah masyarakat desa perbatasan, yaitu
Desa Sukaluyu Kecamatan Pangalengan, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten
Garut," jelas Asep.
Menurutnya,
masyarakat desa perbatasan menduduki dan memiliki posisi wilayah
terdepan, tetapi tidak jarang memiliki definisi pembangunan yang terbelakang,
termasuk pembangunan politik yang membayangkan dan mengusahakan terwujudnya
masyarakat demokrasi yang cerdas dan berdaya.
"Kegiatan
ini hadir untuk menawarkan solusi dalam mengatasi citra politik yang negatif.
Pengabdian literasi politik akhlak karimah mengajak segenap lapisan masyarakat
untuk sama-sama menyelami kedalaman makna politik. Sebagai cara manusia dalam
mengatasi belantara dunia dengan hidup bersama di atas kemajemukan,"
terang Asep.
Dalam konteks
parsitipasi politik praktis, imbuhnya, literasi politik akhlak karimah menjadi
upaya akademik dalam membuka cakrawala pengetahuan dan pemahaman bahwa
partisipasi politik tidak hanya berdimensi kuantitas, hanya bicara tinggi
rendahnya angka suara, tetapi juga terkait dengan dimensi kualitas atau mutu
keikutsertaan warga dalam kehidupan politik.
"Literasi
politik akhlak karimah juga hadir untuk mendorong masyarakat agar memiliki
kecerdasan sekaligus kemahiran dalam partisipasi politiknya yang terbebas dari
perilaku yang bisa merendahkan nilai-nilai partisipasi politik,"
pungkasnya.(rls/IS)
No comments
Post a Comment