Seruput kopi tubruk pahit
Dago Pakar, di hari Sabtu
Tgl 2 November 2019 ini
Rasanya terasa lebih nikmat
Seruput kopi tubruk,
Bersama menerawang masa lalu
Dengan iringan lagu lawas...
Yesterday-nya The Beatles
Ditulis sendiri oleh: Ir. Dony Mulyana Kurnia (DMK)
Tidak terasa usiaku sudah JELITA kata Aa Gym, ... jelang Lima Puluh
Tahun... semuanya sudah berubah... rambut menipis... kata anakku.. papah
botak... hee... he 😁
Tidak terasa, punya dua anak lengkap perempuan dan laki yang sudah
gede-gede, tadinya bayi kecil lucu mungil, anak yang pertama sudah dewasa, jadi
kebanggaanku kemana-mana, kuliah di kedokteran UI, dan dua tahun lagi beres
kuliahnya, nikahin dan punya cucu deh.
Anak yang kedua sudah SMP, jagoanku ini saya sekolahin di Pesantren
Darul Arqam Muhammadiyah Garut, pinginnya tingkat SMA bisa masuk Pesantren
Islam Cendikia Tangerang made-in Habibie, biar dapat ilmu Iptek & Imtaq
yang berimbang. Terima Kasih isteriku, engkaulah yang sangat hebat, dalam
mencetak anak-anakku ini. Tidak salah aku pilih kamu wahai dosen Itenas, yang
cantik dan sholeh
Ya Allah terima kasih atas hidupku ini, pahit, asam, asin dan manis
terasa ni'mat, enak kaya permen nano-nano... hee... he
Dulu... indah sekali, masa kecilku sebelum masuk sekolah, aku
pernah tinggal bersama almarhum nenek, di kampung halaman Kampung Loteng,
Ciparay Kabupaten Bandung. Aku main-main di Sungai Citarum, telanjang bulat
bersama teman-teman satu desa, ikut perahu yang ngangkut pasir, berenang dan
mancing ikan-ikan kecil. Air sungainya bersih sekali, tidak seperti sekarang,
yang kotornya kebangetan, kemudian aku masuk sekolah SDN MERDEKA 5, SMPN 7,
SMAN 10 dan akhirnya Alhamdullillah bisa menikmati KULIAH DI ITB... semuanya di
Bandung, kota terindah dan tercinta di
duniaku ini.
Wuih... panjang banget hidupku, walau hampir saja pada masa SMA,
aku ini mati, sa'at itu di ajak sahabatku Mprap dan Uti, kedua sahabat pencinta
alam Esdasa (SMAN 10) yang meninggal dunia di Gunung Semeru, akibat daki
gunungnya berani potong kompas, bukan pakai jalan wisata alam biasa
Almarhum Uti buka celengan di hadapanku ... maksa-maksa aku untuk
ikut naik gunung bersama dia dan Mprap, dengan uang celengannya itu. Ya Allah ...
entah kenapa pada saat itu, aku keukeuh tidak mau ikut ajakan Almarhum
Uti. Kalau aku ikut, sekarang sudah tidak ada di dunia diriku ini, dan tidak
bisa menikmati lagi seruput kopi dago pakar. Kopi dari Teman SMP ku, namanya
Utek, temanku yang baik hati, suka kasih kopi hasil tanam yang digilingnya
sendiri. Dulu aku dan Utek termasuk anak-anak yang badung bin nakal di SMPN 7,
ayah bundaku langganan dipanggil Kepala Sekolah, karena kenakalan-kenakalan
remajaku itu.. Itulah hidupku yang nano-nano. Hee...he 😁
Waktu SD aku ingat banget, kelas dua SD sudah bisa pakai sepeda
mini, hadiah ulang tahun dari ayahku ini. Langsung aku pakai ke Sekolah, bahkan
lebih ekstrim lagi, dipakai ke rumah nenek-ku di Ciparay, yang berjarak 30 km
dari rumahku di kota Bandung. Memang nakal sekali aku ini, kalau anakku pada
seusiaku boro-boro, dia baik sekali dibanding aku pada seusianya.
Dan waktu aku SD suka lihat, salah seorang teman paling kaya, dia
dianter pake mobil mercy tiger 2OO-E, ... wow ketika itu lihat mercy kaya lihat
apa gitu... Sebab ayahku cuma punya motor vespa, yang kalau lebaran bisa
dinaikin berenam dengan adik kakakku yang masih kecil-kecil, kebayang ngg a...
satu motor dinaikin sekeluarga berenam? ...pasti susah ngebayanginnya... hee...
he 😁
Hidup ini semuanya indah... Bagai warna-warninya bunga yang
semerbak di taman bunga made-in ibu Tien Soeharto di jalan menuju puncak Bogor,
tepatnya di Cipanas Cianjur. Taman bunga ini, tempat favoritku untuk sekedar
rehat menyegarkan pikiran yang mumet setiap hari dengan berbagai urusan.
Ya Allah... sudah Jelita sekarang, mudah-mudahan dalam sisa hidupku
ini dapat berguna bagi orang-orang yang hidup bersamaku, jauh atau pun dekat.
Karena alasan itulah puluhan tahun hidupku malang melintang di dunia politik.
Dulu aku kuliah prodi teknik arsitektur bareng Emil. Ngga nyangka,
temen seangkatanku itu, gila bener dia, sekarang sudah jadi gubernur, Broe. Jangan-jangan
nanti jadi presiden kaya Bung Karno... Waduuh mimpi saja susah kalau mau jadi
gubernur... Padahal dulu, ya Emil itu Emil, ya begitu-begitu saja. Namanya juga
anak kuliahan, kalau gayanya memang kaya film Dylan... Makanya cocok jadi gubernur.
Emil kebanggaanku kemana pun melangkah, alhamdullillah punya temen oke banget,
bisa numpang keren... hee.. he 😁
Kalau aku nyalon pilkada, sudah dua kali belum jadi-jadi, nyalon
wakil bupati Bandung 2015 dengan perahu demokrat, dan nyalon Walikota
Bandung 2018 dengan perahu Independent. Gak apa-apa... wajar-wajar saja. "Hidup
adalah perjuangan, dan perjuangan butuh pengorbanan"... Duh sedihnya...
hee... he 😁
Jelita umurku, Jelita Melankolin hidupku ini, malu rasanya kalau
cerita romantisnya diceritain di sini, bisi jadi populer kaya cintanya Habibie
dan Ainun... hee.. he
Seruput kopi tubruk Dago Pakar hampir habis, dan lagu Yesterday-nya
The Beatles... entah sudah berapa kali aku putar berulang-ulang. Waduh, jangan
melamun terus nih, apalagi tertawa-tawa sendiri, bisi jadi JOKER.
Manisnya hidupku, yang nano-nano ini.... Hidup Jelita
Melankolinku... mudah-mudahan saja bisa diterima Allah Swt., dan kalau banyak
salah pun setidaknya bisa diampuni. Takut sekali kalau bayangin neraka.
Makanya setiap hari aku sujud terus sehari lima kali, dan suka nangis
kalau sempat Shalat Tahajjud, karena merasa banyak dosa... hee... he
Setiap napas yang aku hirup ini, semakin terasa nikmatnya, karena
aku belajar ilmu pernafasan dan beladiri tenaga dalam dari guruku, almarhum
pamanku sendiri, dan sekarang aku sudah mewarisi ilmu pernafasan keluargaku ini.
Konon diturunkan secara turun temurun dari kakek moyangku.
Alhamdullillah dengan ilmu ini, badanku sehat tidak kena gula, kolesterol,
asam urat dan jantung yang sangat suka mendekat kepada para jelita. Oleh karena
itu aku selalu ajarkan ilmuku ini pada siapa pun yang mau mempelajarinya. Makanya
dalam statusku, aku tulis sebagai isyarat bagi siapa saja yang berhubungan
dengan WA-ku: "Setiap nafas, penuh makna".
Pengaruh ilmu pernafasan ini sangat kental terhadap diriku, hingga
judul dari tugas akhirku lulus kuliah dari teknik Arsitektur ITB, adalah "Padepokan
Nasional Pencak Silat Indonesia".
Itulah secercah cerita hidup seorang manusia Jelita Melankolin,
yang sekarang ngga pernah mundur mau nyalon pilkada lagi di Kabupaten
Bandung 2020.... kehidupanku penuh warna, siapakah aku ini? Dialah yang bernama
Dony Mulyana Kurnia (DMK) ... yang sejak 49 Tahun yang lalu, terlahir di dunia,
tepatnya di kota Bandung, RS Imanoel,
hari Minggu, tanggal satu November 1970,
bertepatan dengan tanggal dua Romadon dalam bulan Islam, tapi di akta
kelahiranku tertulisnya salah, jadi dua November. Waduuh ko bisa yah? harap maklum
mesin ketik jadul rawan salah. Makanya semua data-dataku ngikutin akta
kelahiran saja, ditulisnya tanggal dua November.
Karena aku terlahir ke dunia bulan Romadon, maka mudah saja orang
tuaku kasih nama dengan akhir suku kata bulan Romadon, namanya Dony. Lahir di
bulan paling Mulia, jadi Mulyana, dan karunia Allah Swt., jadi Kurnia,
lengkaplah sudah Namaku Dony Mulyana Kurnia.
Dan di akhir seruput kopi tubruk pahit Dago Pakar yang sudah campur
dedaknya ini, berkelebatlah dua wajah agung, yang jadi jalan hidupku lahir di
dunia, dialah Ayahku yang sekarang sudah tiada. Mudah-mudahan engkau ditempatkan
di Surganya Allah Swt. Dan Bundaku yang sekarang sudah lanjut, yang tidak
pernah bosan mendidik aku, padahal aku ini sudah jelita.
Bundaku ini, kalau ketemu selalu saja nyeramahin aku. Pasti
perasaan cintanya kepadaku sama seperti perasaan cintaku kepada anak-anaku,
terima kasih atas kebaikan yang kalian berikan wahai Ayah dan Bundaku. Betapa
aku tidak pernah bisa membalas semua kebaikanmu, selain dengan doa-doaku ini
yang mudah-mudahan diterima Allah Swt. Aamiin YRA.
Allahu Akbar.... Terima kasih Ya Allah atas hidup yang Engkau
berikan.
Jelita Hidup Melankolinku
No comments
Post a Comment