PRESS RELEASE: ---
Buruh
jawa barat kembali resah dengan adanya surat Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor:
B-M/308/HI.01.00/X/2019 tertanggal 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data
Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019 yang
ditujukan kepada Gubernur di seluruh Indonesia, dan surat Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat Nomor : 561/7575/HI & Jamsos
tertanggal 6 Nopember 2019 tentang Penyampaian Upah Minimum yang ditujukan
kepada seluruh Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota Se Jawa Barat yang
menyatakan bahwa, Gubernur tidak wajib menetapkan upah minimum kabupaten/kota
(UMK), buruh sangat kawatir jika sampai tanggal 21 november 2019 Gubernur Jawa
Barat tidak menetapkan UMK 2020 yang menjadi tanggungjawab pemerintah sebagai
jaring pengaman bagi pekerja lajang nol tahun untuk melidungi pekerja/buruh.
Menanggapi
hal tersebut Roy Jinto Ferianto sebagai Ketua Konfederasi Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari gabungan FSP TSK SPSI,
FSP LEM SPSI, FSP KEP SPSI, FSP RTMM SPSI, FSP KAHUT SPSI dan FSP PP SPSI
menegaskan hal-hal berikut :
1.
Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 88 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyatakan “
Ayat
(1) “setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “.
Ayat
(2) “untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan sebagaimana dimaksud ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan
pengupahan yang melindungi pekerja/buruh”.
2.
Bahwa kebijakan pemerintah dalam bidang pengupahan sebagaimana di maksud ayat
(2) diatas adalah antara lain kebijakan dalam penetapan upah minimum
sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 88 ayat (3) huruf (a) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
3.
Bahwa berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketengakerjaan upah minimum sebagaimana dimaksud pasal 88 ayat (3) huruf (a)
terdiri atas :
a.
Upah minimum berdasarkan Provinsi atau Kabupaten/Kota;
b.
Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota.
4.
Bahwa melihat ketentuan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagkerjaan harus dimaknai tidak wajib Gubernur harus menetapkan
Upah Minimum Provinsi (UMP) melainkan ketentuan tersebut memberikan pilihan
kepada Gubernur disesuaikan dengan kondisi yang berlaku di wilayah
masing-masing;
5.
Bahwa sejarah Upah Minimum Kabupaten/Kota paling tidak dimulai sejak tahun 1996
sebagaimana peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per/01/MEN/1996 tentang Upah
Minimum Regional sebagaimana disempurnakan melalui Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Nomor :Per-03/MEN/1997 tentang Upah Minimum Regional, dimana ketententuan
tersebut mengatur tentang Upah Minimum Regional di wilayah masing-masing;
6.
Bahwa ketentuan Upah Minimum Regional sebagaimana dimaksud poin 5 di atas telah
dirubah melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor :01/MEN/1999 tentang Upah
Minimum Jo Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor :
KEP-226/MEN/2000 tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal
11, Pasal 20 dan Pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum,
dimana dalam ketentuan tersebut istilah Upah Minimum Regional di ubah menjadi
Upah Minimum dan juga mengatur mengenai Upah Minimum Provinsi (UMP) tidak
berlaku apabila di Kabupaten/Kota sudah ada Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK);
7.
Bahwa sebagaimana di jelaskan poin 6 diatas, jelas fakta hukumnya ketentuan
Upah Minimum yang berlaku dari tahun ketahun sampai saat ini di Provinsi Jawa Barat adalah Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektor Kabupaten/Kota, sehingga tidak ada
alasan secara filosofi dan hukum untuk
memberlakukan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Provinsi Jawa Barat, serta
Provinsi Jawa Barat tidak bisa di samakan dengan Provinsi DKI Jakarta karena
sejak dulu DKI Jakarta tidak menetapkan Upah Minimum Kota (UMK);
8.
Bahwa disamping penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) telah di atur dalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, penetapan
UMK juga sudah berlaku selama 23 tahun di Provinsi Jawa Barat yang dapat di
kategorikan menjadi hukum kebiasaan;
9.
Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 7 Undang-Undang Nomor :12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan hierarki Peraturan
Perundang-Undangan terdiri atas :
a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;
b.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d.
Peraturan Pemerintah;
e.
Peraturan Presiden;
f.
Peraturan Daerah Provinsi; dan
g.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
10.
Bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam poin 8 ketentuan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan derajatnya/secara
hierarki lebih tinggi dari pada PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
maupun Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
Nomor 15 Tahun 2018 tentang Upah Minimum, maka berlaku asas hukum yaitu
ketentuan hukum yang lebih tinggi menyampingkan ketentuan hukum yang lebih
rendah (lex superior derogat legi inferior);
11.
Bahwa berdasarkan Pasal 88 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menyatakan “Pemerintah menetapkan Upah Minimum sebagaimana di
maksud ayat (3) huruf a berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak dan dengan
memperhatikan Produktivitas dan Pertumbuhan Ekonomi “ maka apabila penetapan
Upah Minimum tidak sesuai dengan ketentuan tersebut maka Pemerintah telah
melanggar ketentuan Pasal 88 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan;
Berdasarkan
uraian-uraian tersebut di atas Roy Jinto menyampaikan, kami dari SPSI
berpendapat surat Menteri Ketenagakerjaan Nomor: B-M/308/HI.01.00/X/2019
tertanggal 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional
dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019 yang di tujukan kepada
Gubernur di seluruh Indonesia, serta surat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Provinsi Jawa Barat Nomor : 561/7575/HI & Jamsos tertanggal 6 Nopember 2019
tentang Penyampaian Upah Minimum yang ditujukan kepada seluruh Kepala Dinas
Tenaga Kerja Kabupaten/Kota Se Jawa Barat telah bertentangan dengan ketentuan
Perundang-Undangan yang berlaku dan cenderung mengarahkan Gubernur di seluruh
Indonesia agar tidak menetapkan UMK dan surat Disnakertrans Provinsi Jawa Barat
yang di tujukan kepada Disnaker Kabupaten/Kota di Jawa Barat cenderung
mengarahkan agar Bupati/Walikota tidak merekomendasikan UMK tahun 2020 serta
Pemerintah kabupaten/Kota diminta untuk melakukan langkah-langkah antisipasi
dampak dari tidak di tetapkannya UMK tahun 2020.
Dengan
mempelajari surat Disnakertrans Provinsi Jawa Barat tersebut, kami menarik
kesimpulan bahwa Gubernur Jawa Barat berkeinginan tidak akan menetapkan Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2020, maka oleh karena itu kami keluarga
besar SPSI Provinsi Jawa Barat menyatakan sikap sebagai berikut :
1.
Mendesak Gubernur Jawa Barat untuk tetap menetapkan UMK tahun 2020 sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2.
Menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat sebagaimana surat
Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.920/Yanbangsos/2019 tentang Upah
Minimum Provinsi Jawa Barat tahun 2020 dikarenakan bertentangan dengan
ketentuan pasal 88 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan;
3.
Menolak penetapan Upah Minimum Padat Karya/Upah Khusus Garment dan tekstil
maupun Upah Minimum Sektor Garment Provinsi (UMSP)/ Upah Minimum Sektor
Pertanian Perkebunan Provinsi ataupun Upah Minimum lainnya yang nilainya di
bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2020;
4.
Meminta kepada Gubernur untuk menetapkan Upah Minimum Sektor Kabupaten/Kota
(UMSK) tahun 2020 sesuai dengan rekomendasi Pemerintah kabupaten/Kota di Jawa
Barat;
5.
Menginstruksikan kepada seluruh anggota Dewan Pengupahan Provinsi dan atau
Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota (DEPEPROV, DEPEKAB/DEPEKO) dari unsur SPSI
untuk mendorong dilakukannya rapat dewan pengupahan di wilayah masing-masing
untuk membahas dan merekomendasikan UMK dan UMSK tahun 2020 kepada Gubernur
Jawa Barat;
6.
Mengintruksikan kepada seluruh perangkat organisasi DPC/PC FSPA SPSI dan PUK
SPSI Se Jawa Barat untuk terus melakukan perjuangan di wilayah masing-masing
baik cara berunding atau melalui audiensi maupun unjuk rasa damai agar
Bupati/Walikota tetap merekomendasikan UMK maupun UMSK tahun 2020 kepada Gubernur Jawa Barat;
7.
Mengintruksikan kepada seluruh Perangakat organisasi SPSI di Kabupaten/Kota Se
Jawa Barat untuk melakukan konsolidasi kepada anggota dalam rangka persiapan
perjuangan secara masif apabila Gubernur Jawa Barat tidak menetapkan UMK dan UMSK tahun 2020.
Aksi Massa
Apabila
dari audiensi dengan DPRD Provinsi Jawa Barat ini tidak memenuhi harapan kaum
buruh di Jawa Barat, kami akan melakukan aksi masa pada tanggal 21 november
2019 di depan kantor Gubernur Jawa Barat dan DPRD Jawa Barat dengan menurunkan
masa aksi 10.000 masa buruh dan mendorong DPRD untuk menggunakan hak
interpelasi kepada Gubernur, tegas Roy Jinto.[rls/IS]
Sumber dari: Press Release Konfederasi Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia Provinsi Jawa Barat
Foto: searching google ...
No comments
Post a Comment