Yoyon
Suharyono (Direktur Eksekutif YBLH) ----
MIRIS kedengarannya,
ada seorang anak remaja tewas mengenaskan karena terlindas sebuah dumptruck
pengangkut pasir. Kejadian tersebut berawal dari seorang anak siswa SMPN 1
Babakan Kabupaten Cirebon bernama Sopyan warga Desa Dompyong Wetan, mengendarai
sepeda motor melaju di jalan dari arah Babakan menuju Gebang.
Saat melintasi
area penimbunan sampah dipinggir jalan kendaraannya (motor) melindas sampah
yang meluap dari tepian jalan yang masuk ke badan jalan, karena licin maka kendaraannya
jatuh dan anak tersebut terlindas dumptruck pengangkut pasir yang berada tepat
di belakangnya.
Peristiwa tersebut
terjadi hari Kamis 14 November 2019 sekitar pukul 16.00 WIB. Kejadian tersebut
merupakan fenomena yang terjadi dari dampak buruk pengelolaan sampah di
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Beberapa tahun
belakangan ini Kabupaten Cirebon dinilai oleh masyarakat telah lalai dalam
pengelolaan limbah domestik (sampah) yang ditimbulkan oleh aktivitas
masyarakatnya. Hal tersebut ditunjukan dengan tidak tersedianya Tempat
Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) yang seharusnya dimiliki Pemerintah
Kabupaten Cirebon.
Jika melihat ke
belakang, pada awalanya pemerintah Kabupaten Cirebon dalam pengelolaan
persampahannya memiliki beberapa TPA di Gunung Santri, Ciledug dan lainnya,
akan tetapi lahan yang digunakan untuk TPA dengan status penggunaan sewa dan
setelah habis masa sewanya pemilik lahan tersebut enggan dan menolak untuk
dilakukan perpanjangan sewa.
Tentu punya alasan,
terutama disebabkan adanya penolakan dari warga sekitar TPA yang merasa
terganggu dengan keberadaan TPA tersebut, karena pengelolaannya kurang baik dan
menimbulkan bau yang sangat mengganggu penduduk.
Kemudian adanya
penolakan juga dari komunitas pemerhati lingkungan yang keberatan dengan
masuknya sampah dan air lindinnya dari TPA ke dalam sungai sehingga disinyalir
dapat menimbulkan pencemaran sungai.
Dengan adanya
penolakan tersebut maka pengelolaan persampahan di Kabupaten Cirebon menjadi
lumpuh karena tidak ada lagi tempat yang dapat di jadikan TPA. Namu dengan
berbagai upaya dan negosiasi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Cirebon TPA
Gunungsantri dapat kembali dioperasionalkan sehingga hanya terdapat satu TPA
yang dapat beroperasi di Kabupaten Cirebon.
Kondisi yang memprihatinkan
tersebut berlarut-larut dan berkepanjangan sehingga memicu animo masyarakat
untuk membuang sampah di tepi tepi jalan. Banyak titik-titik
tempat pembuangan sampah di tepi jalan di wilayah Kabupaten Cirebon. Fenomena
tersebut menjadi tidak lazim karena dari estetika dapat menimbulkan kesan jorok
dan dapat mengganggu kelestarian lingkungan.
Tumpukan sampah
yang terdapat di tepi jalan ketika hujan dapat mengakibatkan tercemarnya
badan air dari hanyutan sampah dan air lindih yang terbawa limpasan air
hujan masuk dalam saluran air atau badan air penerima.
Pembakaran
sampah dari tumpukan sampah di tepi jalan juga mengakibatkan penurunan
kualitas udara, dapat mengganggu lalulintas dan dapat
mengakibatkan kecelakaan lalulintas. Disamping itu, pembuangan sampah
di tepi jalan yang tidak terkendali akan meluap dan masuk ke badan jalan. Ini dapat
mengakibatkan kecelakaan lalulintas dan mengancam nyawa manusia.
Jika ditinjau dari
peraturan perundang-undangan kasus pengelolaan persampahan yang terjadi di Kabupaten
Cirebon telah melanggar:
1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
2. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
3.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan
Dari gambaran
di atas sudah jelas yang menjadi korban adalah lingkungan dan masyarakat
Kabupaten Cirebon.
Dari kejadian
tersebut Andai Aku Bupati Cirebon maka yang akan dilakukan adalah:
1. Menetapkan
Kabupaten Cirebon sebagai Kabupaten Darurat Pengelolaan Sampah:
- Melakukan
koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, DLH Provinsi,
Kepolisian dan Kejaksaan.
- Melakukan
koordinasi dengan OPD terkait
- Penetapan
darurat sampah
2. Menetapkan
sitem pengelolaan sampah yang akan dilakukan:
- Koordinasi
dengan OPD terkait tentang system pengelolaan sampah
- Pengelolaan
sampah harus dilakukan di setiap desa, dengan kata lain desa harus melakukan
pemrosesan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat
- Sampah yang
dihasilkan dipilah dari sumbernya dan diproses di tempat pemrosesan sampah yang
ada di desa
- Residu sampah
yang sudah tidak dapat diproses (manfaat) diangkut oleh Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Cirebon dan akan diproses di TPAS
- TPAS dibangun
dengan membagi 3 wilayah pengelolaan (timur, tengah dan barat)
- Hal tersebut
harus ditetapkan dan disosialisasikan ke desa-desa se-Kabupaten Cirebon
- Desa yang
tidak malaksanakan pengelolaan sampah diberikan sanksi untuk tidak diberikan
dana desa
3. Menetapkan
teknologi pemrosesan sampah yang akan digunakan
- Melakukan
koordinasi dengan OPD terkait tentang teknologi pemrosesan sampah yang ramah
lingkungan
- Pengecekan
teknologi tersebut pada produsennya
- Penetapan
teknologi pemrosesan sampah ramah lingkungan yang akan digunakan
4. Sosialisasi
Teknologi pemrosesan sampah dan pembangunan TPAS:
- Melakukan
sosialisasi kepada masyarakat sekitar calon lokasi TPAS tentang teknologi
pemrosesan sampah ramah lingkungan
- Pada
sosialisasi tersebut yakinkan masyarakat bahwa teknologi tersebut benar-benar
ramah lingkungan sehingga apa yang dibayangkan mengenai pengelolan sampah yang
jorok, kotor, bau, banyak binatang vector penyakit tidak terjadi
- Tanyakan
kepada masyarakat bagaimana pendapatnya mengenai teknologi tersebut
- Setelah
masyarakat paham dan tahu bahwa dengan teknologi tersebut tidak akan terjadi
hal-hal yang diduga akan menimbulkan bau, jorok dan sebagainya, maka sampaikan
bahwa teknologi tersebut (TPAS) akan dibangun di lokasi tersebut
- Pembelian
lahan TPAS
- Pembangunan
TPAS
- Operasional
TPAS dan manjemen Pengelolaan sampah
- Pencabutan
Darurat sampah
5. Menyampaikan
surat usulan kepada Presiden Republik Indonesia untuk menetapkan bahwa setiap
kegiatan usaha yang menghasilkan sampah dari produknya (kemasan dan lainnya)
agar bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkannya (kemasan produk dan
lainnya agar kembali ke produsen) sehingga sampah tersebut tidak numpuk di
daerah.
6. Alternatif
sebelum system dapat berfungsi:
Sebelum system
dapat berfungsi, maka langkah yang akan diambil adalah mengolah sampah menggunakan
tungku pembakaran PG Karang Suwung dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. PG Karang
Suwung sudah tidak beroperasi
2. PG Karang
Suwung memiliki tungku besar yang dapat digunakan untuk membakar sampah
3. PG Karang
Suwung memiliki ketel uap yang terhubung dengan PLTU
4. Dengan
memanfaatkan tungku, ketel uap dan pembangkit listrik yang dimiliki PG Karang Suwung
ditambah pemasangan penangkap emisi proses pemusnahan sampah dengan pembakaran
di tungku dapat menghasilkan listrik yang dapat digunakan masyarakat sekitar
Langkah yang
diambil untuk memanfaatkan tungku PG Karang Suwung
1. Koordinasi
dengan PT PG Rajawali
2. Mengurus
perizinan penggunaan aset BUMN
3. Memasang
alat penangkap emisi cerobong tungku
4. operasional
Demikian
langkah yang dapat diambil Andai Aku Bupati Cirebon semoga bermanfaat.
Yoyon Suharyono, aktivis lingkungan, Direktur Eksekutif Yayasan Buruh dan Lingkungan Hidup (YBLH), tinggal di Cirebon.
Yoyon Suharyono, aktivis lingkungan, Direktur Eksekutif Yayasan Buruh dan Lingkungan Hidup (YBLH), tinggal di Cirebon.
No comments
Post a Comment