Ia Diwisuda S3 Secara Online di UPI
Bandung --
HARI itu, Rabu 24 Juni 2020,
merupakan hari bersejarah bagi lebih dari 1500 wisudawan Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) Bandung. Mereka diwisuda sebagai sarjana S1, S2, dan S3 pada
berbagai jurusan dan spesialisasi.
Kali ini para wisudawan tidak
hadir di Gedung Achmad Sanusi kampus UPI di Jalan Setiabudi Bandung seperti
wisuda pada umumnya, mereka mengikuti prosesi wisuda di rumah masing-masing.
Sedangkan prosesi wisuda yang dipimpin Rektor UPI Prof M Solehuddin, dilakukan
Senat dan Guru Besar di ruang sidang UPI Bandung.
Wabah Pandemi Covid-19 memaksa
para wisudawan tetap di rumah mengenakan toga masing-masing, sambil menyaksikan
prosesi upacara wisuda secara online menggunakan aplikasi Zoom, dan disiarkan
secara langsung di kanal youtube.
Dari sejumlah wisudawan yang
tercantum dalam daftar di UPI itu, ada satu wisudawan yang menyelesaikan
program S3. Ia menjadi perhatian penulis, dialah Dr. H. Badrudin, M.Ag, dosen Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Rupanya Badrudin adalah
satu-satunya wisudawan yang memiliki dua gelar doktor. Satu gelar doktor ia
raih dari UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta tahun 2009 lalu, dan satu gelar ia
dapat dari wisuda UPI Bandung saat ini (tahun 2020).
Di rumahnya di Cibiru Asri
Blok B2 No. 18 Bandung saat mengikuti prosesi wisuda daring (Online lewat Zoom),
Badrudin mengenakan toga didampingi isteri tercinta Hj. Ida Sona Soniangsih,
S.Ag, M.MPd, dan dua anaknya yakni Della Hanifah Nurbaeti (kuliah S1 semester 8
UPI Bandung) dan Muhammad Fajar Riyandi (SMP kelas III).
Meski tidak bertatap muka
langsung dengan jajaran Senat Akademik maupun rektorat UPI Bandung dan agak
berbeda dari biasanya, namun wisuda seperti ini baginya merupakan sejarah.
Kondisi ini tidaklah mematahkan semangatnya, sebab ratusan ribu orang se-Indonesia
diwisuda dalam kondisi yang sama.
Prosesi wisuda gelombang II UPI Bandung secara Online melalui aplikasi Zoom. |
Penulis mewawancarai Badrudin
yang sudah dinyatakan lulus S3 oleh pihak senat dan rektorat kampus UPI
Bandung. Dalam wisuda tersebut Badrudin berada pada nomor urut 187, Prodi S3
Administrasi Pendidikan SPS UPI, dan meraih nilai IPK cukup fantastis 3.94.
Ditanya mengenai peraihan tersebut,
Badrudin menjelaskan bahwa itu semua berkat perjuangan panjang 2014-2020,
diraih dengan kerja keras dan cerdas, dengan doa, kuliah tatap muka, riset
disertasi, seminar-seminar, konferensi, bimbingan disertasi, progres, tertutup,
promosi, dan sampailah pada wisuda. "Tidak ada yang sia-sia dalam
perjuangan, cita-cita harus diperjuangkan," kilahnya seusai wisuda.
Peraih lebih dari satu gelar doktor
rata-rata orang berekonomi cukup. Berbeda dengan Badrudin, ia bercerita panjang
lebar soal sejarah sekolahnya yang benar-benar berasal dari keluarga kurang
mampu secara ekonomi.
Ada yang unik dari ceritanya. Sejak
SD atau MI, ia selalu menjadi juara umum, begitu pun ketika duduk di bangku SMP
atau MTs, selalu juara umum. Saat masuk PGA Negeri Ciamis, sejak kelas satu
sampai kelas tiga selalu juara umum di sekolah tersebut.
Sebagai anak petani, dulu
tidak pernah tahu tentang kuliah. Cita-citanya sederhana, hanya ingin mengajak
ibunya menunaikan ibadah haji. Dan belakangan cita-citanya itu sudah tercapai
berkat kegigihannya menempuh pendidikan hingga kini.
Berlatar belakang keluarga
miskin, jangankan kuliah, sekolah pun ia tak tahu. Hanya karena juara di
sekolah saja, gurunya mengantarkan Badrudin ke jenjang SMA, yaitu pendidikan
guru agama negeri di Kabupaten Ciamis.
Badrudin berpikir, setelah
tamat PGA Negeri akan mengabdi jadi guru agama di SD, tetapi guru-guru
tercintanya mendaftarkan Badrudin masuk IAIN Bandung melalui jalur PMDK alias
jalur undangan. Badrudin diterima di program S1 PAI.
Selama kuliah S1, Badrudin aktif
di organisasi (himpunan) kampus dan menjadi ketua umum HMJ PAI (Pendidikan
Agama Islam), bahkan menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa FTK (Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan). Tamat dari PAI tahun 1996, pada tahun 1997 menikah. Dua tahun
kemudian (1999) ia diangkat menjadi PNS.
Setelah jadi PNS, tahun 1998 hingga
2000 menyelesaikan S2 pendidikan Islam di IAIN Bandung. 2003-2009 menempuh
pendidikan S3 pendidikan Prodi Pendidikan Islam di UIN Syarif Hidayatulloh
Jakarta.
Berkat petunjuk ilahi, tahun 2014
hingga 2020 Badrudin menempuh pendidikan S3 pada Prodi Administrasi Pendidikan
Islam di UPI Bandung, dan ia dinyatakan lulus gemilang.
Saat ini, Badrudin merupakan
Dosen UIN SGD Bandung, pangkat pembina utama muda, IVc, Lektor Kepala, pada bidang ilmu
Administrasi Pendidikan Prodi MPI UIN SGD Bandung.
![]() |
Dr. Badrudin (ketiga dari Kiri) juga sebagai Tim Penilai Kenaikan Pangkat Guru di Kemenag RI. Ia berfose bersama tim penilai lainnya. foto: Ist. |
Putra almarhum Abdul Karim ini
semakin dipercaya oleh pemerintah pada bidang keahliannya, sehingga pada
tingkat nasional Badrudin menjadi anggota tim penilai kenaikan pangkat guru di
lingkungan Kementerian Agama RI. Ia juga tercatat sebagai Master Trainer (MT)
calon kepala sekolah di Kemendikbud, dan pengurus asosiasi profesi PERMA PENDIS
Indonesia.
"Saya anak ke-7 dari 9
bersaudara, terlahir dari keluarga kurang mampu tidak menyurutkan niat untuk
melanjutkan pendidikan sampai meraih dua kali gelar doktor dari dua universitas
bergengsi di Indonesia, yaitu UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta dan Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung," kata Badrudin dengan nada bergetar.
Selepas wisuda yang
berlangsung sejak pukul 9 pagi hingga 11 siang itu, Badrudin mendapat apresiasi
dan ucapan selamat dari berbagai pihak, tidak terkecuali dari kampus tempat ia
mengajar, para pimpinan sekolah tempat ia menempuh jenjang pendidikan dulu.
Selidik punya selidik,
Badrudin adalah rokoh kedua yang memiliki gelar dua doktor. Yakni Prof Dr Anton
Athoilah, seorang ahli ekonomi syariah di UIN SGD Bandung yang mendapat dua
gelar doktor dari UIN Jakarta dan Unpad Bandung.
Badrudin, satu hal yang juga
meski diketahui banyak orang, ia kini menjabat Ketua Umum Asosiasi Profesi PERMA
PENDIS. Ialah orang yang menentukan para calon manajer di dunia pendidikan
Islam. Di tangannya guru madrasah, pesantren, dan diniyah akan berlisensi resmi.
Biaya kuliah ia upayakan
mandiri. Tetapi gubernur Jabar dan Kemenag memberikan bantuan pada program
Penyelesaian Pendidikan. "Alhamdulillah berkat bantuan biaya dari gubernur
Jabar dan Kemenag kuliah S3 saya dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih
saya ucapkan kepada Bapak Gubernur dan Kemenag RI," ungkap Badrudin.[isur]
No comments
Post a Comment