Merespon pemberitaan aktor Dwi
Sasono di tvOne yang ditanggapi Brigjen Pol. Purn. ADV. Drs. Siswandi Ketua Umum
GPAN (Generasi Peduli Anti Narkoba) menjadi menarik sebagai ajang edukasi
publik. Urusan narkotika ada kesalahan dalam pemahaman.
Kesalahan dalam penegakan
hukum dan kesalahan dalam pemberitaan. Saya dapat mengurai ketiga kesalahan
mendasar itu. Salah pemahaman atau gagal paham apapun argumennya menggunakan
narkotika tanpa reset medis adalah sesat alias salah titik.
Salah dalam penegakan hukum
fakta menunjukkan penyalahguna narkotika yang ditangkap aparat penegak hukum
hampir sebagian besar bermuara pemenjaraan ini salah dan sesat.
Menkumham Yasona Laoli edisi
ILC tvOne bahasa tubuhnya mempertanyakan itu kenapa rutan dan lapas sebagian
besar diisi penyalahguna narkoba. Ini fakta tak terbantahkan ada kinerja apa yang
salah tidak mampu membedakan kriminal yang harus dipenjara dan viktim direhabilitasi.
Salah pemberitaan Dwi Sasono ditangkap
dengan sangkaan pasal 114.111 dengan barang bukti ganja 16 gram dengan ancaman
10 tahun penjara. Penasehat Hukum (pH) sedang berusaha minta ke BNN
direhabilirasi. Penyidik mau tes rambut tersangka kecanduan sudah 1 bulan,
menurut saya isi berira itu lengkap salahnya.
Mari kita urai satu persatu, tolong
baca isi pasal 114.111 dengan teliti ancaman maksimalnya. Tolong dari mana tahu
ganja 16 gram. Bukankah itu domain lab yang menguji dari mana tahu kecanduan
satu bulan. Bukankah itu hanya disimpulkan oleh team penguji lewat team asesmen
terpadu TAT BNN.
Kenapa ada berita ganja
disebut physikotropika? Kenapa penyidik akan menguji tes rambut ke lab mabes
polri? Bukankah perber 2014 telah memayungi
proses pengujian itu dilakukan TAT BNN?
Kembali konten berita itu
banyak kesalahan dan sesat. Pemberitaan harus proporsional kalau tidak ingin disebut pers telah
menghukum tersangka yang mengabaikan asas praduga tidak bersalah. Beritanya
cukup Dwi ditangkap karena penyalahguna narkotika dengan sangkaan pasal 114.112
dan BB ganja titik.
Soal jumlah, soal kecanduan
itu materi yang diuji di persidangan. pH mengirim surat ke penyidik minta tersangka
diasesmen oleh TAT BNNK Jaksel. Ini berita mendidik, sebab dengan berita yang
rancu membungungkan Dwi ini kriminal yang terlibat di peredaran ataukah hanya
pengguna tok. Pembuktian dan pengujiannya merupakan domain hakim yang memeriksa...
Inilah menariknya manakala
pesohor ketangkap narkoba media berlomba mewartakan semoga jadi ajang edukasi.
Dr. ILYAS, SH, MH
Pakar/Saksi Ahli TP Narkoba
1 comment
Betul sekali bahkan 2 kali.. Tapi masalahnya adl jgn smp maaf kmdn kita hanya dianggap "anjing menggonggong kafilah tetap berlalu", atau jd macan ompong, manakala kita selalu dan hanya mengikuti prosedur baku, spt pndpt pa doktor jg yg menyarahkan tempuh saja eksepsi, pledoi, banding kasasi tanpa pernah mau menyoal oknum aph nya yg secara hkm ada propam, ky aswaskejagung, komjak, ambudsman? Klo lapor nanti banyak musuhnya? Nah bgmn tuh Pa Sis
Dr mana aph dianggap salah dlm bekerja sdgkn nyatanya dgn slurr proses hkmnya spt yg disebut olh calon profesor brjln smp sidang dan diputus berat maupun ringan nyaris tdk ada yg bebas jeh?
Semua itu terjd krn adanya planggaran fakta integritas yg jd pemicu dan hrs dibenahi.... Dmkn. Adv. Agus Prayoga @kbhayocenter
Post a Comment