Brigjen Pol Purn ADV Drs Siswandi Soroti Perkara Vito Hidayat Pemiliki Sabu 42,93
Gram yang Hanya Divonis 2 Tahun Penjara ---
INTRONEWS
- Undang Undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika menyebutkan, ancaman pidana pada Pasal 114 ayat 2 paling singkat
6 tahun penjara, dan Pasal 112 ayat 2 paling singkat 5 tahun penjara, maka secara
yuridis Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak selayaknya menuntut pidana terhadap terdakwa
3 tahun penjara.
Artinya, tuntutan jaksa tidak lebih
rendah dari ancaman pidana seperti yang tercantum dalam Undang Undang No. 35
Tahun 2009. Kasus yang menimpa terdakwa Vito Hidayat di PN Tanjung Karang, Jaksa
Rosman Yusa SH menuntut terdakwa tiga tahun penjara. Dalam persidangan Vito
divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim yang diketuai Ismail Hidayat SH,
karena memiliki 42,93 gram Sabu.
Pertanyaan yang muncul, Kenapa Jaksa Menuntut Terdakwa Hanya Tiga Tahun? Keganjilan yang nyata, Barang Bukti di atas ketentuan SEMA 4 tahun 2010. Kok bisa.. Sulit untuk tidak berprasangka walau pun tidak baik berprasangka. Barang Bukti sebanyak itu kok JPU nuntutnya rendah?
Pertanyaan yang muncul, Kenapa Jaksa Menuntut Terdakwa Hanya Tiga Tahun? Keganjilan yang nyata, Barang Bukti di atas ketentuan SEMA 4 tahun 2010. Kok bisa.. Sulit untuk tidak berprasangka walau pun tidak baik berprasangka. Barang Bukti sebanyak itu kok JPU nuntutnya rendah?
Analisa hukum yang dilontarkan
Ketua Umum Generasi Peduli Anti Narkoba (GPAN) Brigjen Pol. Purn. ADV. Drs.
Siswandi kepada pers, di Jakarta, Senin (8 Juni 2020), jika mengacu kepada UU tersebut
tuntutan jaksa harusnya diatas 6 tahun sehingga hakim menjatuhkan pidana 6 tahun
atau 4 tahun.
"Yaitu pidana paling singkat
sesuai norma UU Narkotika yang sudah ditentukan secara Limitatif. Lantaran jaksanya menuntut 3 tahun,
ya hakimnya menjatuhkan vonis 2 tahun," kata Siswandi.
Menurutnya, vonis hakim tersebut
sudah barang tentu memanfaatkan tuntutan jaksa yang hanya 3 tahun, padahal
tidak sesuai Norma UU Narkotika berkaitan ancaman pidana paling singkat. "Ya
lumayan kata Hakimnya," tukas Siswandi yang mantan petinggi BNN itu.
Namun demikian secara teoritik,
hakim bebas dan independen, tidak dapat dipengagruhi siapa pun. Artinya, lanjut
Siswandi, hakim tidak terikat dengan tuntutan jaksa. Karena itu, putusan pengadilan
tidak dapat didiskusikan. Gunakan saluran upaya hukum yang ada.
Secara teori memang betul, hanya
pada umumnya dalam praktek putusan hakim tersebut vonisnya 2/3 dari tuntutan jaksa.
Menurutnya, jika Ancaman pidana paling singkat secara limitatif sudah dinormakan
dalam UU --sebagai Politik Hukum dalam Penjatuhan Pidana dan kemudian dalam Praktek
diabaikan oleh Hakim-- "ya sepertinya gak ada pengaruhnya dibuat dalam suatu
Norma Hukum."
Siswandi menyoroti kinerja
jaksa yang menuntut terdakwa seenaknya, tidak mengacu kepada norma Undang
Undang yang berlaku. "Jadi, buat apa Undang Undang itu dibuat jika tidak
digunakan untuk keadilan? Ini harus menjadi perhatian Jaksa Agung," kata
Siswandi yang menyarankan agar jaksa tidak pernah 'main mata' dengan terdakwa.
Komentar Siswandi itu
berdasarkan pemuatan berita di media, Hakim Ketua Ismail Hidayat SH memutus
perkara nomor 407/Pid.Sus/2020/PN Tjk dengan menerapkan pasal 127 ayat (1) UU
RI Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika "Terdakwa bersalah melakukan
Penyalahgunaan Narkotika bagi diri sendiri" dan dijatuhi hukuman selama 2
tahun penjara. Barang bukti narkotika jenis sabu-sabu sebanyak 42,93 gram
dirampas untuk dimusnahkan.[isur]
No comments
Post a Comment