Yoyon Suharyono: Covid-19
Masih Berlanjut, Perkuat Ketahanan Pangan ---
SIAPA bilang wabah virus
corona sudah hampir usai? Itu hanya angan-angan masyarakat yang sudah tak
sabar, kesal, dan capek harus diam di rumah. Masih ketat pembatasan-pembatasan
aktivitas masyarakat oleh pemerintah. Sementara ketika melihat data penyebaran wabah
pandemi itu, Covid-19 masih menggerogoti penderita.
Melalui Yayasan Buruh dan
Lingkungan Hidup (YBLH), Ketuanya Yoyon Suharyono semakin giat melakukan pertemuan
dan pembahasan mengenai cara bertahan hidup disaat Corona dan pasca wabah. Yoyon
tidak mempersoalkan seberapa kuat bantuan sosial dari pemerintah kepada
masyarakat, tetapi paling penting adalah pasca bansos diberikan mereka harus
makan apa.
Yoyon Suharyono yang populer
dengan julukan Pencetus Sejuta Pohon Jati pada tahun 2001-2005 bersama Sutisna, Bupati
Cirebon waktu itu, di era Covid-19 kini getol turun ke desa-desa dan bertemu
para kuwu di Kabupaten Cirebon bagian Selatan.
Kepada para kuwu dan kades di
tingkat akar rumput, Yoyon gencar mengampanyekan hidup mandiri jangan
tergantung bansos pemerintah. Apa yang bisa ditanam termasuk singkong, sayur, umbi
umbian, palawija, dll untuk ketahanan pangan.
Manfaatkan lahan tidur yang
tidak digunakan. Bisa bertani di perumahan, di sepadan jalan, apa pun tanaman
pangan untuk makan sendiri. "Jangan andalkan bansos, lalu mau makan apa
kalau kita tidak dapat bansos?" kata Yoyon kepada media, Kamis (11 Juni 2020).
Hampir semua orang, tidak
terkecuali orang kaya sekalipun, pengusaha travel saja sekarang menghadapi
kesulitan yang jauh lebih parah dari masyarakat bawah. Tidak sedikit pengusaha
besar yang kini menjadi penjual baso tahu gara-gara Corona.
"Jangan cengeng karena bansos, yang dhadapi 'kan kesulitan. Ikhtiar
untuk lepas dari kelaparan," tandas Yoyon.
Kini kita memasuki musim kemarau,
tanah kering karena panas, banyak palawija dan tanaman pangan yang sulit
ditanam. Kata Yoyon, cari akal tanaman apa yang bisa ditanam di lahan kering
yang tidak pake air.
"Kita bisa tanam apa pun
untuk dimakan di media yang ada di sekitar kita seperti pot, ember, botol, yang
penting bagaimana niat untuk bertahan hidup," tukas Yoyon.
Di sisi lain, pihak desa dan para
kuwu kini sedang berusaha memperkuat BUMDes untuk keperluan masyarakat desa. Semuanya,
tidak hanya sedang menghadapi krisis air, juga krisis pangan. Sementara di
tingkat masyarakat kecil sekarang sedang terjadi krisis komunikasi antara
rakyat dengan pihak desa.
"Penyebabnya gara-gara
ego masing-masing. Bentrok kuwu dengan rakyatnya gara-gara Bansos. Sekarang
banyak muncul orang miskin baru," kata Yoyon yang ikut merasakan bagaimana
pusingnya para kuwu menghadapi situasi saat ini.
Laporan dari para kuwu, masyarakat
yang tak tahan dengan situasi dan kebingungan bertahan hidup sampai utang ke tukang
kredit, ada yang pinjam uang ke tetangga untuk beli beras.
"Dewan, para kuwu,
Babinsa, semua ikut mencari jalan keluar dibina oleh Kasdam III Siliwangi. Kita
punya tenaga," kata Yoyon sambil menambahkan mengenai kemungkinan
terjadinya krisis energi di tengah-tengah masyarakat terdampak Covid-19.
YBLH ikut memotivasi
masyarakat untuk memanfaatkan energi baru terbarukan. Misalnya penggunaan bubuk
gergaji kayu dijadikan pellet untuk kompor. Gergaji kayu berteknologi sederhana
dengan cara dibekukan. Menurut Yoyon, ini lebih irit daripada gas elpiji.
Untuk mengurangi tingkat
urbanisasi yang hampir sepanjang tahun terus bertambah, Yoyon melalui YBLH
membentuk Taruna Tani. Masyarakat berusia produktif dilibatkan untuk aktif
membangun desanya. Yang dulunya ikut urbanisasi diminta untuk balik lagi ke kampungnya.
"Dari pada gagah-gagahan
jadi buruh di Jakarta atau di kota besar lainnya, mendingan balik kampung
bangun desa sendiri dengan kemampuan yang ada. Maka saya ingin menciptakan kreator
baru untuk ketahanan pangan. YBLH memotivasi dan menciptakan kreator baru untuk
ketahanan pangan di daerah," pungkas Yoyon yang belakangan juga getol berkunjung ke daerah lain seperti Sumedang, dll.[kangisur]
No comments
Post a Comment